Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pedih Memerih Hati

25 April 2017   23:26 Diperbarui: 26 April 2017   09:00 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saat ini

Hatiku seperti teriris oleh tajamnya sembilu. Terluka memanjang meneteskan darah yang bukan berwarna merah. Lalu ditetesi oleh perasan limau segelas penuh. Menambah pedih sampai di ruang batin yang tersembunyi. Bahkan mataku seolah membatu. Telingaku tidak bisa mendengar guntur yang sedang menggelegar di sebelahku. Hidungku membantah dalam meraih nafas sebab udara seperti membeku. Sekelilingku berubah penuh duri dan onak yang siap menelan kesendirian. Malampun sedang memandang penuh kebencian. Gelap mengeluarkan taring taringnya yang basah berkilat. Seakan aku adalah musuhnya yang terberat.

Aku guratkan sesal di sudut ruangan. Tentang sunyi yang lama mendekam tanpa makam. Aku goreskan sedihku dalam genangan tinta berwarna hitam. Hingga airmata duka tak perlu tersimpan dalam kelam. Aku ingin penyesalanku tidak terkunci dalam peti. Aku mau angin membawanya pergi hingga aku berhenti bermimpi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun