Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ensiklopedia Pagi

12 Desember 2019   08:55 Diperbarui: 12 Desember 2019   09:01 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak ada yang lebih paham betapa pagi adalah jelmaan bidadari, selain matahari
di setiap sudutnya, lahir keindahan yang tidak tercantum dalam kamus kosakata;
embun yang menyajikan dirinya sebagai obat tetes mata, bagi mereka yang gelap mata
kabut tipis yang sanggup memandikan kepedihan hati, bagi mereka yang berencana patah hati
serta suara langgam burung-burung penyanyi, bagi mereka yang nyaris mati dianiaya sunyi

Bagi sebuah kota, pagi adalah keriuhan yang berulang, percakapan tentang waktu senggang, dan tempat lengang yang seringkali mengintai dengan mata jalang
Bagi desa-desa, pagi adalah perbukitan yang menari-nari, angin yang sibuk menyiangi batang padi, dan liuk seksi pinggang kali-kali
Bagi pesisir, pagi adalah saat menyemai cakrawala, menyisir sisa-sisa sandyakala, dan menyambut kedatangan para nelayan dengan senyuman lebar anak-anak mereka

Pagi bahkan mampu beromantika lebih dari kisah cinta pada opera Cina
pagi juga terbiasa menjadi seorang ibunda bagi anak-anak malang yang mengira langitlah yang telah melahirkannya
pagi, menyalakan api, bagi orang-orang yang kedinginan setelah semalaman bertemu mimpi, lalu saling berjanji, untuk bersama-sama menyudahi rasa sepi

Jakarta, 12 Desember 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun