Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Beginilah Kota

3 Januari 2019   10:41 Diperbarui: 3 Januari 2019   18:29 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota kembali menggelinjang
nampak kaki-kaki jenjang mulai lalu lalang
di jalanan yang sebelumnya begitu sepi dari birahi
ibarat lelaki renta kehilangan libido yang menyepi
di sudut rumah sakit menunggu mati

Teriakan hingar bingar menguarkan gaung
kenek bus kota bergelantungan seperti belatung
menawarkan kursi-kursi penyok seharga empat ribu
juga kesempatan untuk berderma kepada para copet yang pura-pura bisu
menyebut kejahatan adalah tabu

Inilah kota
jahiliyah bermartabat dengan fasilitas sempurna
setan-setan keparat yang berdandan rapi ala cassanova
malaikat-malaikat yang sayapnya terbelit kabel bersliweran
manusia-manusia yang matanya tersandung label peradaban

Beginilah kota
bangunan sastra yang dibangun di atas puing-puing kata
panggung raksasa tempat pertunjukan liarnya savana
mempersembahkan drama-drama sinis yang dipentaskan secara tragis
yaitu segmen saling memangsa yang dilakukan dengan melankolis

Jakarta, 3 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun