Dalam pemberian memang tak boleh ada sifat rahasia yang tersembunyi. Baik karena rasa pamer dan tinggi hati. Sebab memberi adalah manivestasi sifat ilahi yang selalu memberi tanpa mengharapkan kembali.Â
Dalam memberi, saya pernah mendapatkan pengalaman yang sangat berharga. Â
Waktu itu dagangan sepi. Saya sudah habis modal, karena keperluan untuk belanja dagangan digunakan untuk keperluan keluarga. Â
Kalau tidak salah di dompet hanya ada uang Rp. 75.000. Saat itu saya niat berbelanja ke pasar. Dan akan berencana hutang untuk mendapatkan barang dagangan.Â
Lalu di sebuah lampu merah, saya melihat seorang gadis menggendong bocah. Membawa payung sambil membawa beberapa lembar koran. Anak yang digendongan terus menangis.Â
Saya bertanya, itu siapa?Â
Secara singkat gadis itu bercerita bahwa itu adalah anaknya. Suaminya pergi entah ke mana. Dan meninggalkannya dalam sengsara. Sudah sesiang ini tak satupun koran yang dijualnya dibeli orang.Â
Sejenak saya merenung. Dan menangisi diri sendiri. Mengapa ada lelaki yang sedemikian tega. Membiarkan anak istrinya menderita.Â
Tanpa berpikir panjang saya merogoh dompet, dan saya serahkan isinya pada si gadis. Saya belajar ikhlas, meskipun hati berat karena saya juga punya keperluan mendesak. Tapi sudahlah, Â saya berbalik arah, berbalik putar haluan menuju jalan pulang.Â
Selama perjalanan di atas motor, Â pikiran saya benar-benar kosong. Tak ada satupun hal yang bisa saya pikir.Â
Sampai di rumah, sebuah mobil bagus  sudah menunggu. Sepasang suami istri berseragam hijau loreng dan  hijau muda, duduk di teras rumah.Â
Ternyata beliau ini adalah anggota TNI, yang akan menikahkan putrinya. Saya diminta untuk menyediakan 1000 porsi untuk tamu undangannya.Â