Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Keliling Kota Semarang Menggunakan BRT

10 Januari 2020   20:54 Diperbarui: 10 Januari 2020   21:09 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nunggu bus datang/dokpri

Pak Teguh kini boleh bernafas lega. Putri kecilnya sudah masuk SMP. Ada kegalauan tersendiri saat memikirkan anaknya sekolah.

Bagaimana tidak ? Ia bekerja di kabupaten Demak sementara anaknya sekolah di SMA Negeri 5 kota Semarang. Jarak berlawanan ini yang membuatnya berfikir keras untuk mencari jalan keluar terbaik.

Naik motor sendiri jelas tidak mungkin, karena anaknya belum cukup usia untuk mendapatkan SIM. Naik ojek online, akan ada biaya besar menanti. Sementara transportasi masal antar jemput hanya tersedia untuk kalangan sekolah SD dan SMP.

Disaat yang kritis datanglah pertolongan tak diduga. Maret 2017 pemerintah meluncurkan koridor baru Victoria Residence - PRPP yang melewati jalur depan anaknya bersekolah.

Pak Teguh hanya perlu menambahkan uang Rp 2.000 sebagai ongkos pulang pergi anaknya ke sekolah.

Pak Teguh juga tidak perlu kawatir anaknya tidak mendapatkan angkutan bila kegiatan sekolah sampai sore hari. Karena jam operasi bus dimulai jam 05.00 - jam 20.00.

Busnya datang
Busnya datang
Saya bersama seorang teman mencoba menikmati moda transportasi masal ini dari ujung pasar Karangayu sampai jalan Kedungmundu Raya.
Saya naik dari depan pasar Karangayu. Begitu duduk, seorang kondektur berbaju putih langsung mendatangi kami. Lalu sebuah alat scanner disentuh dan keluarlah dua tiket untuk kami berdua.

Cukup murah, Rp. 7000 untuk dua penumpang dibanding tadi saat datang menggunakan taksi online, kami harus bayar Rp. 76.000 untuk jarak yang sama.  

Setelah pintu ditutup bus berjalan pelan sembari beberapa kali membunyikan klakson karena kendaraan roda dua yang berjalan terlalu dekat di depan bus.

Ada bus lain di jalur sama/dokpri
Ada bus lain di jalur sama/dokpri
Di depan ada bus dengan jalur yang sama berhenti di disebuah halte transit. Saya bertanya pada kondektur, "kok bareng mas?"
"Mungkin jalannya terlalu lambat pak Mustinya bus ini sudah sampai di jalan pemuda kalau menurut jadwal pemberangkatan", sahut kondektur menerangkan.

Tapi biarlah, nggak perlu dibahas mengapa mereka balapan dalam mengantar penumpang.

Kondisi di dalam bus
Kondisi di dalam bus
Dalam bus terlihat lengang. Hanya terlihat beberapa perempuan muda berbaju kuning yang duduk di barusan bangku khusus wanita. Memang penumpang pria wanita dipisahkan dalam bus BRT. Penumpang pria di barusan bangku depan dan penumpang wanita di barisan bangku belakang.

Pegangan penumpang berwarna kuning  nampak bergoyang menyesuaikan gerakan bus. Bus melewati tugu muda lalu berputar melewati jalan imam bonjol. Beberapa pos transit kosong tak dihiraukan penumpang karena tak ada yang naik maupun yang turun.

"Sepi ya mas", saya iseng bertanya pada kondektur.

"Ramainya saat pagi dan sore hari pak, berbarengan dengan aktifitas warga yang berangkat dan pulang pergi kerja dan pergi pulang para pelajar", jawab kondektur.

Lalu bus BRT berhenti di pos umpan jalan pemuda, tepatnya di depan kantor Balaikota Semarang. Tak banyak penumpang yang menunggu. Saat kami datang mereka hanya melihat. Mungkin menunggu bus dengan jurusan lain.

Setelah operator di pos memberi ceklis catatan kondektur bus pun berjalan kembali. Berputar melalui jalan  Gajah Mada, Simpang Lima, berputar melalui jalan pahlawan, Sriwijaya, dan MT Haryono.

Sampai di jalan Tentara Pelajar teman seperjalanan saya berbisik, "lama ya pak?", ujarnya sambil mendekatkan mulut ke telinga saya.

Saya hanya tersenyum menahan tawa. Maklum teman saya ini baru sekali ini naik bus BRT. Biasanya ia menggunakan kendaraan pribadi kemanapun pergi.

Tentu saja kendaraan pribadi sangat berbeda dengan kendaraan umum. Sebab transportasi masal memang melayani rute. Sedangkan kendaraan pribadi bisa langsung ke tujuan tanpa harus berputar-putar melewati jalan yang tidak perlu.

Setidaknya seperti cerita pak Teguh yang ada di paragraf pertama. Keberadaan BRT koridor lima sangat membantu aktifitas warga. Meskipun di lain fihak juga membunuh jenis transportasi lain seperti bus-bus yang pernah ada di jalur ini.

Dulu sebelum ada BRT warga perumahan kami mengandalkan angkot dan bus dalam kota. Awal tahun 2000-an bus dan angkot masih menjadi primadona. Uang seperti tak berharga. Jarak dekat dan jauh seperti sama saja.

Saya sering mendengar keluhan warga yang tidak diberikan kembalian karena bus penuh, dan alasan lupa. Ongkos yang seharusnya 3000 dibayar menggunakan uang 5000 tidak ada kembalian sampai penumang turun.

Angkot apalagi, mereka sering mengetok penumpang dengan harga tidak wajar. Ongkos dan jarak tempuh tidak berimbang. Misalnya dari kedungmundu ke perumahan kami di Bukit Kencana Jaya penumpang ditarik ongkos 7000 yang semestinya hanya 3000.

Kondisi ini makin parah saat pertama kali pemerintah menaikkan harga BBM dari Rp.2000 menjadi Rp. 6000. Pada awal tahun pemerintahan SBY.

Semua harga mendadak naik. Dengan alasan ongkos transportasi  naik.  Bus dan Angkota di tempat kami pun seperti berpesta pora menaikkan tarif angkutan.

Kondisi ini membuat orang-orang berfikir, ongkos naik angkutan mending buat angsuran motor.

Maka mulai saat itu, motor di wilayah kami makin banyak. Orang-orang yang biasanya pergi bekerja menggunakan bus dan angkot, kini menggunakan motor untuk alasan penghematan.

Perlahan, angkot seperti terusir. Pengusaha angkot mulai mengeluhkan sepinya penumpang. Di tempat kami ada beberapa pengusaha angkot yang menjual armadanya. Atau menggantinya dengan plat hitam untuk kendaraan pribadi. Tapi waktu itu  masih ada satu dua yang beroperasi dengan pendapatan yang tidak menentu.

Bus kota yang melewati lokasi kami melewati dua trayek. Bukit Kencana-Mangkang yang melewati Sigar Becah dan Bukit Kencana PRPP yang melewati jalur bawah atau Kedungmundu. Bus ini masih menjadi favorit para pelajar di pagi hari. Saya sering menyaksikan para penumpang berdesakan di dalam bus. Diselingi suara kernet yang kasar dalam mengatur penumpang agar maju atau mundur.

Lalu bulan Maret tahun 2017 seperti menjadi akhir karir para bus kota dan angkot.
Keberadaan Bus BRT yang lebih murah dan nyaman menggeser kedudukan mereka.

Keberadaan Bus BRT yang dibiayai pemerintah kota Semarang lewat dana APBD ini seperti sebuah  Oasis ditengah gersangnya alat transportasi di wilayah kami.

Tak terasa perjalanan kami sudah sampai di jalan Kedungmundu Raya.

"Turun pak, kita makan siang dulu, nanti pulangnya naik taksi online aja", kata teman saya menyadarkan lamunan saya.

Kami turun berbarengan dengan naiknya rombongan anak sekolah SMP N  29  Semarang .

"Kasih jalan dulu yang mau turun",  teriakan kondektur. Lalu kami pun meloncat turun dan anak-anak sekolah itu memenuhi ruangan bus BRT.

Sambil melangkah menuju sebuah warung saya amati bus dari belakang.

"Kok knalpotnya nggak ngebul seperti bus kota yang biasa itu ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun