Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cilegon Undercover: Kisah Pilu PSK Tua Mangkal di Depan Kantor Kelurahan

24 Juni 2022   02:40 Diperbarui: 24 Juni 2022   02:43 15965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Simpang Tiga Cilegon saat dini hari (dokumen pribadi)

Kawasan Simpang Tiga Cilegon tak pernah redup dari gemerlap aktifitas warganya. Lalu lalang kendaraan yang melintasi jalan raya nasional itu pun tak pernah surut.

Malam itu, ketika waktu sudah memasuki dini hari, saya berkesempatan untuk ngobrol dengan seorang perempuan persis di depan akses jalan Kantor Kelurahan Ramanuju. 

Penampilannya biasa saja. Pakai kaos putih dan rok depan.Wajah yang berkerut itu dilapisi bedak seadanya. Gincu merah dipoles di bibirnya.

"Mampir, Mas," perempuan itu menyapa saya. 

"Ya," saya menjawab biasa saja.

"Mending kita ngobrolnya di dekat pagar," ajaknya. Di tempat itu terlihat lebih gelap, lampu jalan terhalang oleh rimbunan daun-daun pohon.

"Saya lagi menunggu ponakan, lagi perjalanan naik bis dari Bandung, sebentar lagi sampai," saya menjawab dan tetap bertahan duduk di atas motor di tepi jalan.

Lalu, tak disangka, perempuan dengan kisaran usia di atas 40 tahun itu bicara terus terang. Ada rasa penasaran yang muncul tentang dirinya.

Sebut saja namanya, Sita. Ia tidak mau menyebutkan berapa usianya. Tapi dia mengaku punya anak laki-laki sedang menjalani hidup di penjara selama 6 tahun. Sementara dua putrinya diasuh oleh mantan suami.

Sita, mengaku sudah berdiri selama dua jam. Ia mengatakan kepada saya, berharap ada laki-laki yang mau membayar jasanya.

"Bisa pijat, saya ada tempat dekat sini. Atau mau lebih pun saya mau," katanya.

Dari sini saya sudah paham. Sejak lama saya sering melihat beberapa perempuan dengan usia yang tak lagi muda mangkal, terutama sekitar jalan menuju kenangan dan di depan bangunan hotel yang tak lagi beroperasi (arah Sumampir).

Ini kesempatan pertama saya untuk bisa mengobrol diantara salah satunya. Sita mengaku sudah menjalani kehidupan malam sejak usia 25 tahun, atau setelah ditalaq lelaki yang membuatnya melahirkan tiga buah hati.

Dulu, Sita masih bisa mangkal di sejumlah tempat hiburan malam. Tubuh mudahnya dulu banyak disukai para pekerja pabrik dan para sopir truk di dekat Pelabuhan Merak.

Di usia yang tak lagi muda, rupanya Sita terpaksa menjalani kehidupan malam setelah anak laki-lakinya diringkus polisi. Siang hingga sore bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga tak mencukupi kehidupan selama satu bulan. Uang hanya cukup untuk bayar sepetak kontrakan dan hutang.

"Sering dapat cemooh dari orang. Tapi tidak saya pedulikan. Biarin sudah tua juga," kata Sita dengan nada kesal.

Keinginannya cukup sederhana, bisa buat makan dan membeli rokok. Namun rupanya kebutuhan itu tidak sederhana bagaimana cara mendapatkan uang.

Sita tidak sendiri. Ia bersama teman-temannya yang juga tidak lagi muda. Sasarannya melayani lelaki yang tak punya banyak uang.

"Bisa dapat Rp50.000 saja sudah bagus," kata Sita. Bahkan hingga berhari-hari, apalagi musim hujan, Sita pulang subuh tanpa membawa uang seperak pun. Padahal ia pun butuh membeli sarapan sebelum berangkat kerja.

Para perempuan pekerja malam yang tak lagi muda ini memang ada. Hanya saja keberadaanya tidak dipedulikan dengan lingkungan sekitarnya.

Tampilan yang terkesan norak dengan dandanan dan busana seadanya, Sita mengaku kerap kalah saing dengan para waria yang mangkal di sekitaran jalan Sumampir.

"Waria itu lebih cantik, bajunya saja bagus kaya artis. Mereka lebih laku dari kita," kata Sita.

Sita masih bertahan artinya masih ada saja orang yang menggunakan jasanya. Tidak besar memang yang dihasilkan. Bisa makan dan habis di hari itu saja sudah bersyukur.

"Dapat uang tiga puluh ribu saja sudah senang. Beli beras sekilo sama tempe," kata Sita.

Tubuh-tubuh yang tak lagi muda itu bertahan hidup dengan caranya sendiri. Keberadaanya ada di malam hari, namun banyak yang tak menganggap jika kehidupan mereka bertarung dengan kerasnya.

Sekelumit kisah kehidupan malam di pusat Kota Cilegon. Hidup adalah pilihan mau bagaimana menjalankannya. Namun kita tidak bisa menghakimi. Mereka bergelut dengan nasib yang membuatnya tetap hidup.

Sebelum obrolan berakhir, Sita mengejar lelaki paruh baya yang turun dari mobil angkot Merak. Sita menyapa dan ada obrolan.

Sampai kemudian saya tidak lagi melihat Sita bergendengan dengan lelaki paru baya itu menghilang di lorong jalan antara Kantor Kelurahan dan Masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun