Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Kamala Harris Tantang Trump di Pilpres AS 2020, Adakah Indonesia Punya Capres Perempuan di 2024?

25 Januari 2019   16:31 Diperbarui: 8 November 2020   15:47 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelima, dengan perilaku Trump yang rasis dan bias gender, Trump akan disorot berbagai pihak bila perilakunya tidak berubah.

Megawati (ANTARA)
Megawati (ANTARA)
Bagaimana dengan di Indonesia? Adakah calon presiden perempuan di Pilpres 2024?

Sejak Megawati, belum pernah ada perempuan Indonesia dinominasikan atau bahkan disebut potensial untuk menjadi salah satu calon presiden. 

Wowkeren.com
Wowkeren.com
Pernah, Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani disebut-sebut sebagai orang kuat di Indonesia dan dinilai layak mendampingi pencalonan Jokowi pada Pemilu 2019, tetapi realita tak berkata demikian. Padahal beberapa pengamat melihat bahwa kredibilitas, kompetensi, dan keseluruhan kapasitas dari keduanya lebih baik dari calon-calon yang kemudian maju. Alhasil sejak Pilpres pasca reformasi, hanya Megawai yang sempat maju sebagai kandidat Presiden.

Megawati kalah bersaing dengan Gus Dur pada Sidang Istimewa MPR 1999 dan mendapat posisi sebagai Wakil Presiden. Kala itu, Gus Dur mendapat 373 suara dan Megawati mendapatkan 313 suara. 

Akhirnya Megawati diangkat sebagai Presiden RI pada melalui Sidang Istimewa MPR, ketika mandate Gus Dur dicabut. Pada Pemilu 2004, Megawati kemudian mencalonkan kembali sebagai presiden dengan Prabowo Subianto sebagai calon presiden, tetapi kalah dalam persaingannya dengan SBY. Megawati mencalonkan kembali pada 2009, tetapi menghadapi kekalahan dari pesaingnya, SBY yang terpilih untuk kedua kalinya.

Walaupun perempuan ditargetkan minimal sebanyak 30% dari calon legislatif di Indonesia, tidak ada aturan yang memperkenalkan insentif agar perempuan juga menjadi calon presiden. Bahkan, perdebatan dan politisasi apakah perempuan layak jadi pemimpin masih sering terdengar.

Adalah menarik mengingat apa yang terjadi pada 1998. Baik kelompok muslim progresif dan konservatif menolak pemimpin perempuan melalui fatwa. Kegagalan Megawati menjadi Presiden pada 1999 adalah karena menjadi korban bias gender. Namun, pada 2001, kelompok muslim berbalik 180 derajat dan membuka pintu bagi Megawati. Ini sesuatu yang menarik. 

Bila konstitusi tidak membatasi perempuan jadi presiden dan pencalonan anggota DPR memasang quota 30% untuk perempuan, jadi, sebetulnya, yang menentukan perempuan bisa atau tidak bisa jadi presiden itu siapa?

Saat ini demokrasi di Indonesia sedang dalam masa percobaan. Persoalan polarisasi kelompok di masyarakat, penggunaan dan politisasi pandangan pandangan yang konservatif, adanya alergi sosial pada perbedaan, dan merajanya berita bohong, semuanya ini tidak akan kondusif bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Sampai kapan ini akan terus terjadi?

Pustaka :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun