Mohon tunggu...
Mnur Latuconsina
Mnur Latuconsina Mohon Tunggu... -

Karena kegelapan menjadikan nya gelap (didalam kegelapan tersembunyi kedamaian jiwa)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pro Kontra Perppu No 2 Tahun 2017 (Ormas). Oleh : M. nur Latuconsina

19 Juli 2017   22:51 Diperbarui: 19 Juli 2017   23:22 12594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antara Kebebasan Berserikat dan Ancaman Internalisasi Faham Radikalisme

Dalah hal ihkwal kegentingan yang memaksa presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU (UUD 1945 Pasal 22 ayat 1) Sangat tidak konstitusional Presiden mengeluarkan Perppu Ormas, karena berangkat dari pandangan hukum positif Perppu itu manakala ada hal yang memaksakan untuk di keluarkan????  Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pada 10 Juli 2017. Perppu ini menegaskan sikap pemerintah yang tidak main-main dalam menjaga Negara Republik Indonesia. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan pernyataan yang keras yakni akan "gebuk" organisasi yang coba-coba menganggu Indonesia.

Penerbitan Perppu ini tidak lepas dari adanya situasi kegentingan yang memaksa dan situasi darurat. Hal ini merupakan syarat untuk mengeluarkan sebuah Perppu. Pada bagian penjelasan Perppu secara jelas mengutip putusan Mahkamah Konstitusi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Dalam penjelasannya, dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan "hal ihwal kegentingan yang memaksa" adalah ancaman terhadap masa depan kehidupan bangsa Indonesia dan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian, keadaan darurat yang dapat mengancam kedaulatan Negara berdasarkan Pancasila UUD 1945, antara lain kegiatan Ormas tertentu yang telah melakukan tindakan permusuhan antara lain, ucapan, pernyataan, sikap atau aspirasi baik secara lisan maupun tertulis, melalui media elektronik ataupun tidak memakai media elektronik, yang dapat menimbulkan kebencian baik terhadap kelompok tertentu maupun terhadap mereka yang termasuk ke dalam penyelenggara negara.

Azas hukum administrasi yang menjadi landasan yuridis diterbitkannya Perppu ini adalah azas contrario actus yakni, lembaga yang yang mengeluarkan izin atau memberikan pengesahan kepada Ormas, memiliki wewenang untuk mencabut atau membatalkannya. Substansi Perppu ini adalah, adanya kewenangan pemerintah untuk memberikan sanksi terhadap Ormas yang dianggap tidak sejalan dengan semangat Pancasila dan UUD 1945. Bahkan, kepada pengurusnya bisa dikenai dengan sanksi tindak pidana.

Seperti biasa, Perppu ini menjadi wacana publik. Ada suara yang lantang mendukung, dan ada yang lantang menolak. Semua memiliki bangunan argumentasi. Pada saatnya, DPR akan merespon Perppu ini apakah diterima sebagai UU atau ditolak. Kita berharap, DPR bersikap bijak dalam merespon Perppu ini, sehingga tidak emosional atau sekadar berbeda, tetapi benar-benar menempatkan kepentingan bangsa dan negara.

Perppu ini juga menegaskan maksud dan tujuan untuk membedakan dan melindungi ormas yang konsisten dengan tujuan berdirinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sebab, sikap pemerintah ini merupakan kewajiban untuk melaksanakan sumpah ketika menduduki jabatan. Namun, juga merupakan hak jika ada yang keberatan dengan Perppu ini, karena dianggap mengancam kebebasan berkumpul dan berserikat.

Hanya saja, tidak ada kebebasan yang mutlak, karena setiap kebebasan pasti memiliki sisi kewajiban. Negara juga tidak boleh membiarkan ancaman terhadap setiap hasil demokrasi dengan dalih demokrasi. Pemeliharaan dan penjagaan setiap hasil kesepakatan yang demokratis harus tegas baik secara hukum, maupun dengan cara lain yang dimungkinkan sebagai sebuah negara.

Secara tekstual, dalam Perppu ini Pemerintah hendak mengindikasikan adanya kegentingan yang memaksa sehingga harus dibentuk sebuah Perppu. Namun, secara kontekstual, muncul respon balik mengapa Perppu ini harus dikeluarkan. Sebagian kalangan menganggap kehadiran Perppu ini berpotensi mengancam kewajiban negara untuk menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin di dalam UU Hak Asasi Manusia, khususnya hak atas keyakinan politik (Pasal 23 ayat (1), hak untuk berpendapat (Pasal 23 ayat (2) jo. Pasal 25), hak untuk berserikat/berkumpul (Pasal 24 ayat (1) dan (2), dan hak atas keadilan (Pasal 17).

Keinginan individu maupun kelompok yang menolak keberadaan Perppu, tentu tidak perlu dihambat, karena negara sudah menyiapkan jalur hukum untuk melawan Perppu atau UU yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. MK adalah pengawal konstitusi, sehingga apapun hasil yang diputuskan nantinya bisa mengakhiri perdebatan, salah atau tidak, keliru atau tidak dari Perppu ini.

Terkait polemik dikeluarkannya Perppu Nomor 2 tahun 2017 tersebut, Lembaga Studi Pembangunan dan Demokrasi (LSPD) bekerjasama dengan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Ambon berencana menggelar dialog publik di Kota Ambon, Provinsi Maluku, sebagai bagian dari upaya civil society (masyarakat sipil) mendukung keputusan Negara dalam mengantisipasi internalisasi faham radikalisme di tubuh Ormas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun