"Biar pelanggan nyaman," kata pamannya.
"Harga naik Rp2.000-3.000 tak akan jadi masalah."
Dua bulan setelahnya, Asep menuruti saran tersebut. Dengan senyum yang tak kalah benderang dengan sinar mentari pagi itu, ia memasang sebuah pengumuman di dahan pohon yang biasa memayungi gerobak bubur ayamnya.
"PINDAH KE WARUNG U-27"
Namun untung rupanya tak dapat diraih. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, lalu bulan bersalin bulan, pelanggannya malah hilang seorang demi seorang.
Ia lantas mengadu kepada pamannya yang semula menyetor saran .
"Kembali lah ke tempat kau semula berdagang," tukas pamannya.
"Tapi sudah terisi pedagang lain."
Demikian perbincangan kala itu berakhir tanpa solusi. Membuat Asep mencari arahan baru, dari Bapaknya.
"Kau tambahkan porsi ayam di tiap mangkoknya," tuturnya.
Anjuran itu dituruti Asep selama tiga pekan, tapi mujur belum jua didapat. Pelanggan bahkan bertambah sepi. Hingga pada pekan keempat, Bagong yang dulu berdagang es serut di sebelah gerobak Asep bersuara.