**
Rahmat masih menunggu kedatangan cewek dari fakultas sebelah yang tadi mengirimkan pesan untuknya.
Malam semakin larut. Suasana ujung gang semakin sepi. Penjual angkringan sudah mulai pulang.
Rahmat merasa kesal. Cewek itu telah menipunya. Karena kesalnya, Rahmat membuka tas ranselnya. Cokelat istimewa untuk Kurnia, cewek gebetannya itu dimakannya.
"Laper banget nunggu Kurnia, mana nggak bawa dompet lagi..." gumamnya kesal.
Selepas cokelat ludes, Rahmat mengambil buket bunga di tasnya. Buket bunga yang cukup mahal tetapi dia rela membeli dengan uang jatah bulanannya yang tinggal selembar gambar Ir. Djuanda Kartawidjaja.Â
Untuk beberapa hari ke depan Rahmat kudu rela makan dengan lauk garam karenanya. Rahmat kesal membayangkan perjuangannya sia-sia.
Saking kesalnya, buket bunga untuk Kurnia diinjak-injaknya. Lalu dibuang di tong sampah sebelah kiri dari tempatnya menunggu Kurnia.
Buket bunga yang telah hancur itu difotonya. Beberapa kali untuk mendapat foto yang jelas. Segera foto itu dikirimkan kepada Kurnia.Â
"Buket bunga untukmu telah hancur bersama hancurnya hatiku karena menunggumu sampai saat ini di ujung gang. Kamu mengingkari janjimu. Sungguh terlalu. Kamu tahu, aku bisa mendapat perempuan yang lebih baik daripada kamu," caption yang dituliskan pada foto buket bunga.Â
**