Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mbah Kromo

1 Maret 2020   14:16 Diperbarui: 19 Juli 2020   08:08 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: genpi.co

Sebut saja mbah Kromo. 

Meski sudah tergolong sepuh, namun semangatnya untuk mencari nafkah sungguh luar biasa. Dua anaknya telah sukses, satu menjadi dosen dan satu lagi menjadi arsitek. Namun demikian, mbah Kromo tidak mau bergantung kepada dua anaknya itu.

"Ngerti anakku padha sukses we aku wis seneng (Melihat anakku sukses, aku sudah bahagia)" ceritanya suatu saat.

Bahkan ketika dua anaknya mau memberikan uang setiap bulan, mbah Kromo tidak mau menerimanya.

"Wis. Duite nggo putu-putuku wae. (Sudahlah. Uangnya buat cucu-cucuku saja," ucapnya sambil menyerahkan amplop coklat dari anak-anaknya.

Dua anaknya sampai geleng-geleng kepala. Mereka tidak bermaksud mengasihani mbah Kromo. Mereka ingin bapak mereka juga turut merasakan jerih payah mereka.

"Aku isih kuat golek duit nggo belanja saben dina, ndhuk. (Aku masih kuat cari uang untuk belanja harian, ndhuk)"

*

Ya Mbah Kromo adalah sosok yang ulet dan jujur. Keuletan dan kejujuran mbah Kromo juga diwariskan kepada dua anaknya. 

Akibatnya kedua anaknya juga bisa sesukses sekarang. Keluarganya pun tenteram. Tak ada keributan yang membuat rumah tangga bubar.

Sampai berusia 70 tahun ini mbah Kromo masih aktif berjualan. Jualannya pun termasuk unik. Barang-barang antik tetapi dijual murah.

"Apa tidak merugi, mbah? Kalau normalnya barang seperti ini bisa laku jutaan." ucap seorang pelanggan. 

Waktu itu pelanggan membeli setrika arang antik. 

"Lah po rumangsane yen adol barang jutaan iku njur bisa marakke wareg? (Lah apa dikira kalau jualan dengan harga jutaan trus bisa mengenyangkan perut?)" komentar mbah Kromo sambil terkekeh dan sumringah.

"Terus gimana, mbah?"

"Wong dodolan iku ben isa nyandhang resik, papan eyup lan maem wareg.(Orang jualan itu biar bisa berpakaian rapi, rumah teduh dan perut kenyang),"

Mbah Kromo sambil membersihkan barang-barang antiknya.

"Omah wis duwe, sandhangan ya duwe. Apa meneh sing arep digoleki coba? (Rumah, pakaian sudah punya. Lalu apa lagi yang kucari?)"

Pelanggan-pelanggan yang ada di kios mbah Kromo memperhatikan ucapan mbah Kromo yang terbilang sembrono tetapi santai. Tak terpikir jika ada orang yang berniat buruk pada mbah Kromo.

"Adol barang murah we isa kapusan. Apa meneh yen adol barang larang. Dadi sasaran penipuan. (Menjual barang dengan harga murah saja bisa tertipu. Apalagi kalau harganya mahal. Jadi sasaran penipuan)"

"Penipuan?"

"Iyo..."

Mbah Kromo lalu menceritakan pengalamannya ketika menjual satu set meja kursi jadul. Tak mahal. Tetapi pembeli menipunya.

"Le tuku nganggo duit palsu. Duit dolanan. (Belinya menggunakan uang palsu. Uang mainan)" Katanya terpingkal-pingkal.

"Uang mainan? Kok bisa, mbah?" tanya pelanggannya yang lama tak berkunjung.

"Ya ana piyayi sing mruput mundhut barang. Mripatku yo ora permono karo duit. Waton nampa tumpukan duit. Lah pas setengah jam bar dheweke lunga karo ngasta barang, aku lagi sadar yen kapusan. (Ada pembeli yang dtang pagi-pagi. Mataku belum melek. Asal saja menerima tumpukan duit. Setengah jam kemudian, pas dia sudah pergi dengan barang, aku baru sadar kalau tertipu)"

"Pirsane pripun, mbah? (Tahu dan sadarnya gimana, mbah?)"

"Ya ana pelanggan sing moro. Rep mundhut dagangan. Butuh susuk, njur njupuk tumpukan duit iku mau. Pelanggane ngelingke yen duite duit dolanan.( Ada pelanggan lagi yang datang. Membeli dagangan. Lalu butuh uang kembalian. Kuambilkan dari tumpukan uang tadi. Pelangganku mengingatkan kalau uangnya uang mainan..."

"Aku ora percaya. Nanging pelangganku iku nuduhke tulisan Uang Mainan. Ya wis. Muring-muring. Dudu aku sing muring-muring. Nanging pelangganku. Hahaha. (Aku tidak langsung percaya. Lalu pelangganku menunjukkan tulisan Uang Mainan. Ya sudah. Marahlah. Bukan aku, tetapi pelangganku yang marah. Hahaha)

Para pelanggan yang masih berada di kios mbah Kromo hanya geleng-geleng kepala.

"Ta ikhlaske wae barangku sing digondhol maling. Aku mikir, Gusti Allah ora sare. Mesti paring piwales.(Aku ikhlaskan saja barang yang dibawa maling. Aku cuma berpikir, Gusti Allah tidak tidur. Pasti memberi balasan..."

Para pelanggan masih menunggu kelanjutan cerita mbah Kromo.

"Bener. Ora let suwe, piyayi sing ngapusi iku dadi bangkrut usahane. Anak bojone purik. Bubar le omah-omah. (Dan benar. Tak lama, orang yang menipuku jadi bangkrut. Anak istrinya pulang ke orangtuanya. Rumah tangganya bubar jalan)"

"Sekarang masih sering ke sini orangnya, mbah?"

Mbah Kromo menggelengkan kepalanya. Tak berapa lama, terlihat lelaki gila dengan pakaian compang-camping di seberang jalan.

Mbah Kromo menunjuk ke arah lelaki gila yang menuju kiosnya. Oleh mbah Kromo, lelaki gila itu diberi nasi bungkus. Hampir setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun