Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berlibur Akhir Tahun di Penang, Kota Warisan Budaya Dunia

4 Januari 2020   00:08 Diperbarui: 4 Januari 2020   10:13 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Street Art (dok pribadi)
Street Art (dok pribadi)
Untuk transportasi masal, di Penang ada bus mirip Transjakarta tapi tanpa jalur khusus. Taksi tidak begitu banyak, biasanya mangkal di depan hotel. 

Banyak pula becak wisata yang mangkal dengan tarif 40 ringgit selama 30 menit. Saya tidak melihat ada MRT, LRT atau KRL seperti di Jakarta. Jalan tol dalam kota, termasuk arah ke bandara, juga tidak ada. Hanya jembatan panjang itu tadi yang berbayar.

Di malam hari, terlihat beberapa gelandangan yang tidur di emperan sebuah toko. Tapi secara umum, Penang adalah kota yang aman, termasuk saat tengah malam. 

Spot foto di Street Art (dok pribadi)
Spot foto di Street Art (dok pribadi)
Sewaktu di Gurney Plaza, saya sempat masuk toko buku terkenal di Malaysia, MPH, dan melihat media cetak, koran majalah dan tabloid Malaysia masih eksis dengan jumlah halaman yang tebal. Kios koran di pinggir jalan pun cukup banyak, tidak seperti di Jakarta saat ini. 

Temple di Penang (dok pribadi)
Temple di Penang (dok pribadi)
Sepanjang hari ketiga sebelum sorenya terbang kembali ke Jakarta, kami masih sempat mengunjungi beberapa objek wisata. Awalnya ke Fort Cornwallis, sebuah benteng luas peninggalan Inggris. 

Namun kami hanya mengambil foto sebagai latar belakang saja. Soalnya untuk masuk benteng harus membayar 20 ringgit per orang. Padahal menurut saya tidak seindah benteng peninggalan Inggris di Bengkulu atau benteng yang ada di Ternate.

Setelah itu kami menyusuri pelataran di sisi pantai, tak jauh dari benteng. Saya menikmati pemandangan gedung-gedung kuno di seberang jalan. 

Ada ratusan burung merpati yang juga menjadi objek foto di pelataran. Tapi menurut saya pelataran Pantai Losari Makassar masih lebih oke. 

Dok pribadi
Dok pribadi
Selanjutnya kami mengunjungi beberapa rumah ibadah yang dijadikan juga sebagai objek wisata, yakni Gereja St. George serta tempat ibadah pemeluk Budha asal Burma (Myanmar) dan asal Thailand yang saling berseberangan. Ada beberapa peminta-minta yang duduk di koridor tempat pengunjung lewat di tempat ibadah warga Burma.

Kesan saya, kehidupan warga Penang yang terdiri dari pemeluk berbagai agama, relatif rukun dan saling menghargai. Tak ada masalah dengan rumah ibadah yang saling berdekatan.

Membeli oleh-oleh menjadi kegiatan kami berikutnya. Kami membeli beberapa kotak kue sejenis bakpia. Jenis makanan, pelayanan dan layout toko oleh-oleh di Penang relatif sama dengan toko oleh-oleh terkenal di Bandung dan Malang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun