Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Menerima Telepon di Kendaraan Umum Sebaiknya Dihindari

21 Februari 2019   14:11 Diperbarui: 21 Februari 2019   14:31 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mikrolet rute Tebet-Karet (dok kompas.com)

Tadi pagi, Kamis 21 Februari 2019, saya naik mikrolet dari Tebet ke Karet. Bagi warga Jakarta tentu sudah tahu bagaimana konfigurasi tempat duduk di mikrolet. Selain ada 2 penumpang yang duduk di depan dekat sopir, di bagian belakang berlaku pola 6:4:2, yakni di sisi kanan ada jok panjang yang menempel ke dinding untuk 6 orang, di sisi kiri untuk 4 orang, dengan posisi berhadapan dengan penumpang sisi kanan, serta dua orang di bangku serep dekat pintu masuk memunggungi penumpang yang duduk di depan.

Saya kebetulan dapat duduk di kursi serep, posisi yang kurang nyaman sebetulnya. Tapi karena saya diburu waktu, apabila saya menunggu mikrolet berikutnya akan lebih lama lagi, ya saya nikmati saja. Yang penting saya masih bisa membunuh waktu sambil membaca buku yang selalu ada di tas saya.

Saya memang termasuk generasi jadul karena penumpang yang lain semuanya sibuk dengan hape masing-masing. Sedangkan saya sengaja menyimpan hape dalam tas, itupun di-silent, sehingga tidak terganggu dengan pesan masuk atau nada panggil.

Hanya sebentar saya tenggelam dalam keasyikan membaca buku, sebuah novel berjudul Laut Bercerita karya Lelila S. Chudori yang berkisah tentang para aktivis gerakan mahasiswa era 1990-an yang diburu para intel Orde Baru.

Setelah itu saya mulai terganggu oleh penumpang lain yang menerima panggilan telepon. Biasanya penerima telepon yang masih di kendaraan umum akan menjawab sebentar saja menjelaskan bahwa ia masih di kendaraan dan akan menghubungi lagi nanti. 

Namun kali ini, si penumpang yang duduknya tidak jauh dari saya, hanya diselingi satu penumpang lain, malah terlibat pembicaraan panjang dalam volume yang lumayan keras sehingga terdengar oleh semua penumpang. 

Sepertinya ia lagi membahas masalah pekerjaan di kantornya, dan malah diduga berdebat dengan lawan bicaranya tentang tingkah laku bosnya yang membuat ia merasa tak bisa bekerja dengan baik. Ini saya ketahui karena tanpa sengaja saya tergiring untuk menyimak pembicaraannya dan konsentrasi saya membaca novel sudah buyar.

Saya gak tahu apakah penumpang lain terganggu atau tidak, tapi saya jelas merasa terganggu, meskipun tidak berani menegur. Si penumpang yang lagi menelepon temannya itu bahkan makin asyik ngobrol, terkadang seperti sengaja mempertunjukkan kepintarannya dengan ngomong beberapa istilah dalam bahasa Inggris. 

Ada lagi isitilah teknis yang berkaitan dengan keuangan yang keluar dari mulutnya. Mungkin ia staf bagian keuangan di kantornya. Tapi tentu bukan pejabat, karena mana ada pejabat naik mikrolet. Kalaupun dalam kondisi darurat dan terpaksa naik kendaraan umum, pejabat biasanya memilih taksi.

Menurut saya, bagi mereka yang bepergian naik kendaraan umum, usahakan untuk tidak menelepon saat dalam perjalanan. Kalau sangat terpaksa, lakukan dengan cepat, ngomong to the point saja, dengan volume kecil. 

Sekiranya harus berbalas-balasan dengan lawan bicara, gunakan fitur chatting yang tersedia di hape, meski butuh waktu untuk mengetik. Mendengar musik boleh-boleh saja, tapi gunakan earphone. Yang jelas antar penumpang harus saling bertenggang rasa, jangan anggap seperti naik kendaraan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun