Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Siapa Pemilik Bulan yang Sah Secara Hukum?

10 Maret 2014   19:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:05 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memandang bulan saat sedang purnama penuh, sering bertanya-tanya pada diri sendiri. Siapa, atau negara manakah yang berhak mengklaim sah secara hukum memiliki tanah bulan? Apakah USA atau Rusia yang telah menancapkan benderanya di sana, atau yang lainnya?

Ternyata pada tahun 1967, sekitar 98 negara yang tergabung di PBB telah meratifikasi perjanjian Outer Space Treaty, yang diinisiasi oleh 3 negara besar yaitu USA, UK (Inggris), dan USSR (Rusia). Perjanjian tersebut antara lain menyatakan bahwa luar angkasa merupakan daerah yang bebas untuk dieksplorasi dan digunakan oleh semua negara, kemudian bulan dan benda langit lainnya harus digunakan secara eksklusif untuk tujuan damai, dan yang paling penting adalah daerah luar angkasa tidaklah tunduk pada suatukeuntungan nasional suatu negara dengan cara klaim kedaulatan, penggunaan, pekerjaan atau dengan cara lainnya.

Jadi jelaslah sudah jawaban atas pertanyaan di atas.

Namun perkembangan teknologi dan hasil eksplorasi pada tanah di bulan telah jauh merubah keadaan sejak 1967.

Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Dr. Ian Crawford, seorang professor planetary science pada Birkbeck University of London, yang juga seorang penasehat dalam Human Spaceflight and Exploration Science Advisory Committee (HESAC) pada European Space Agency (ESA), dalam sebuah wawancara dengan Radio BBC UK pada tanggal 26/01/2014.

"Ada argumen yang kuat untuk mengembangkan hukum internasional di area ini karena pada tahun 1967 itu tidak dipertimbangkan bahwa orang lain selain negara dan bangsa akan mampu mengeksplorasi bulan," kata Crawford. "Jadi jelas hal tersebut telah berubah sekarang dan ada argumen untuk mengembangkan perjanjian luar angkasa untuk memasukkan organisasi swasta yang mungkin ingin memanfaatkan bulan atau ada kemungkinan terjadinya pariwisata ruang angkasa."

Memangnya apa saja yang terdapat pada bulan sehingga bisa diperebutkan?

Selain faktor pariwisata luar angkasa, yang jelas bisa sangat menguntungkan karena banyak sekali orang kaya raya di dunia ini yang ingin merasakan pergi ke bulan tanpa terlalu mempedulikan besarnya biaya, ternyata bulan diketahui juga menyimpan banyak material langka dan sangat berharga, seperti europium, tantalum, potassium, phosphorus, thorium, dan terutama adalah Helium-3.

Helium-3 adalah atom Helium (He) yang telah kehilangan sebuah neutron, merupakan sumber energy masa depan dan disebut para ilmuan sebagai "sumber energi fusi sempurna yang bisa menggantikan minyak dan gas", dan juga paling aman, karena skenario kegagalan terburuk pada reaktor fusi dengan bahan bakar Helium-3 tidak akan menghasilkan kematian sipil karena paparan radiasi yang signifikan. Diklaim, helium-3 bisa menghasilkan energi dunia untuk kebutuhan selama 10.000 tahun.

Di bumi, Helium-3 adalah produk sampingan pada proses pemeliharaan senjata nuklir, karenanya bisa disebut sebagai sumber energi terbarukan, dan dari proses tersebut hanya terdapat beberapa puluh kg saja yang berhasil dikumpulkan sampai saat ini. Namun batuan bulan diperkirakan menyimpan sekitar satu juta ton lebih Helium-3.

Berapa memang kebutuhan Helium-3 pada reaktor fusi? Para ilmuwan memperkirakan bahwa hanya dengan sekitar 40 ton Helium-3 sudah dapat mencukupi seluruh kebutuhan energi di USA selama setahun penuh.

Cara menambang Helium-3 juga cukup mudah : panaskan batuan bulan sampai derajat tertentu, dan gas tersebut akan diperoleh, tentu dengan proses pemurnian selanjutnya. Dan dengan asumsi harga pasaran akan mencapai sekitar US$ 10 juta per kg, maka daerah bulan akan menjadi semacam The Next Persian Gulf.

Sampai saat ini reaktor fusi dengan bahan bakar Helium-3 masih dalam tahap pengembangan. Namun jika benar-benar terwujud, maka kebutuhan Helium-3 ini akan segera saja melebihi pasokan yang sudah ada, dan harapan yang diketahui adalah depositnya pada tanah bulan. Beberapa negara yang telah berhasil mendarat di bulan, seperti AS, Rusia, dan China, dan juga yang telah berhasil membuat misi tanpa awak di bulan seperti India, Jepang, dan juga ESA, adalah entitas yang berpotensi sebagai pelaku penambangan Helium-3 dan mineral sangat langka lainnya. Ditambah dengan pihak swasta (contoh Artemis Project) yang juga punya potensi sama di bidang penambangan selain pariwisata dan kolonisasi di bulan, maka kegiatan eksploitasi di bulan kemungkinan akan menimbulkan perselisihan sengit dengan satu pertanyaan besar: Siapa atau Negara mana yang berhak mengklaim sah secara hukum memiliki tanah bulan?

Contoh nyata adalah China, yang pada bulan Desember 2013 lalu, telah berhasil mendaratkan wahana penjelajahnya di bulan, dan telah mengungkapkan terus-terang niatnya untuk menambang Helium-3.

Perjanjian Outer Space Treaty 1967 juga tidak menyebut sama sekali tentang para pelaku yang berstatus di luar pemerintahan yang mengklaim hak properti di bulan. “Tidak ada larangan melakukannya, tidak ada ijin melakukannya. Benar-benar tidak menyebut sama sekali”, kata Joanne Gabrynowicz, seorang profesor hukum ruang angkasa di University of Mississippi yang juga bertindak sebagai pengamat resmi terhadap upaya PBB untuk mengawasi penggunaan kerangka hukum yang mengatur ruang angkasa.

Sebenarnya pernah dibuat perjanjian baru pada 1984 bertajuk “Moon Agreement” yang diinisiasi oleh PBB yaitu Office for Outer Space Affairs, yang menyatakan bahwa lingkungan bulan tidak boleh terganggu, hanya bisa dipergunakan hanya untuk tujuan perdamaian, bahwa bulan dan sumberdaya alamnya adalah warisan bersama umat manusia, dan bahwa sebuah rezim internasional "harus ditetapkan" untuk mengatur eksploitasi sumber daya alam bulan ketika eksploitasi tersebut kemudian akan mungkin dilakukan.

Isi perjanjian tersebut terang dan jelas: tidak ada pihak yang dapat memiliki sebuah potongan kecil dari batuan bulan tanpa negosiasi lebih lanjut. Masalahnya adalah bahwa tujuh negara yang telah meratifikasi Moon Agreement ternyata bukanlah negara yang telah berinvestasi pada penjelajahan ruang angkasa. Bahkan negara-negara seperti AS, China dan Rusia ternyata tidak ikut terlibat di dalamnya, dan akibatnya perjanian tersebut sia-sia belaka dan tidak mengikat secara hukum sama sekali.

Sebenarnya, kondisi saat ini memang belum begitu genting. Kegiatan ekspoitasi bulan merupakan aktivitas yang masih sangat mahal (misalnya diperlukan biaya US$ 25 ribu untuk setiap kg berat pesawat dan muatannya supaya bisa lepas dari gravitasi bumi) dan teknologi yang diperlukan untuk juga masih belum tersedia, mungkin dalam beberapa dekade lagi. Namun pertanyannya sekarang apakah layak dan bermanfaat untuk mengembangkan alat pendarat dan infrastrukturnya sebagai tanda dimulainya industri berbasis pemanfaatan tanah bulan.

Mungkin nanti pada suatu saat ketika ada suatu negara atau perusahaan swasta yang pertama kali benar-benar bisa mengklaim dan mengeksploitasi batuan bulan, barulah timbul reaksi dan urgensi dari negara-negara di dunia ini untuk bersama-sama memperbaharui Outer Space Treaty 1967.

Sumber : UN OOSA, National Geographic News, Discovery News, New Statesman, BBC Radio 4 UK, nasional.kompas.com, sains.kompas.com, The Artemis Project

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun