Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wabah: Terus Cuci Tangan dan Jangan "Cuci Tangan"

29 Maret 2020   20:15 Diperbarui: 29 Maret 2020   20:20 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seven Sleepers, Menologion of Basil II

Cukup membeli pemutih dari beragam merek yang kemudian dimasukkan kedalam tabung semprot pertanian cukuplah jadi penolong-penolong didesa-desa. Untuk hand sanitizer banyak kawan justru memanfaatkan ethanol dan ciu Bekonang sebagai sarana sterilisasi tangan dan sekeliling ditengah hebatnya permainan harga karena melonjaknya kebutuhan-kebutuhan alat-alat ini.

Lalu kebijakan lockdown yang masih abu-abu, sementara media terlalu tajam masuk ke desa-desa. 2 hari ini beberapa desa di Yogya dan soloraya mulai memblokade wilayahnya masing-masing. Setiap portal dijaga, ditanyai KTP, dst. Persis seperti jam malam pada tahun-tahun pembersihan PKI tahun 1966.

Demikian akhirnya ketika tak ada arahan semua mengambil jalannya sendiri. Namun ini belum akan selesai. Pemerintah lagi-lagi mengisukan akan meniadakan mudik, ini yang kemudian berbondong-bondong membawa perantau untuk kembali ke rumah, selain memang di kota sudah sepi. Setahuku di Solo, apalagi Jogja dan Jakarta tentu kondisinya lebih memprihatinkan. Kemana lagi perantau yang nafkahnya adalah putaran manusia itu sendiri, tetiba putaran itu dihentikan dan diancam. Jalan pulanglah yang kemudian lurus ditempuh.

Seperti ngemu wisik posisi terakhir yang bisa ditempuh manusia jawa ketika sudah tidak ada harapan ya mati berkalang tanah dirumah dan tanah milik mereka sendiri, disaksikan oleh keluarga. Mari mati kudu bali (sembuh atau tidak, harus pulang). Demikian progresi yang sebenarnya sangat pelik, namun proses mudik mendadak ini berjalan, beberapa pondok pesantren juga sudah mulai memulangkan santrinya. Sementara kita yang harus mengikuti anjuran untuk diam dirumah entah bagaimana lagi mencari rejeki jika dijalanan sudah tidak menemukan putarannya. Semua dicekam ketakutan.

Geliat berikutnya adalah crowdfunding yang dilakukan oleh banyak artis, tokoh publik, kemudian baru beberapa pejabat mulai berlomba mencari "panggung" lagi dengan memamerkan berapa nominal yang mereka kasih untuk bantuan mengatasi wabah ini. Hasilnya didonasikan kepada mereka yang di garda depan perlawanan melawan pandemik, dari masker, APD sampai membeli cairan kimia untuk desinfektan.

Apapun hasilnya ditahap pertama proses isolasi dan cuci tangan ini sudah menggembirakan. Sayangnya harus dihitung lagi efek jangka panjang oleh semua pihak, terutama otoritas negara. Jika terus larut dalam isolasi tanpa benar-benar mau berjibaku untuk mengurus warga negara, kita tidak pernah tahu ancaman resistensi warga. Di perkotaan yang paling rawan, ancaman penjarahan bisa saja terjadi jika kebutuhan pokok untuk mereka berdiam dirumah tidak dipenuhi oleh negara, atau semoga pertolongan datang lewat anomali crowdfunding seperti kasus desinfektan tadi.

Setidaknya ada kabar menggembirakan dari Purbalingga hari ini,  Gunung Wuled, total 90KK setiap hari memang tegas tidak boleh kemanapun, tapi dikasih uang saku 50 ribu setiap harinya, untuk bertahan. Jauh dipedalaman jawa tengah, dan ini menampar lagi otoritas negara di pusat pemerintahan. Dan semoga anomali lain berjalan pula, pergerakan-pergerakan waktunya turun setidaknya ini waktunya untuk membuktikan pergerakan tak sekedar wacana membual tentang ideologi, tapi juga keberhasilan merawat kawanan dari sergapan serigala buas.

KABAR BAIK

Sejak ketetapan isolasi ini tentu harus ada kabar baik yang diberitakan. China dan Taiwan menurunkan polusi udaranya drastis hampir 30%, dunia secara global juga lambat laun diam dan berpuasa emisinya berkurang 10-20%, Israel dan Palestina juga membuka celah kerjasama karena pandemik dideteksi di jalur Gaza, melupakan konflik negara-negara teluk kini mereka saling bertukar data, transparansi anggaran soal penanganan dan memperkuat batas-batas mereka masing-masing untuk mendeteksi virus, sangat menarik perubahan-perubahan global hari ini.

Lalu sebagai penutup sangat ingin saya kabarkan terutama pada kaum spiritualis. Sudahi dan cukupi kalian membual dan membuat solusi yang semakin akan membawa kekacauan, berikan panggung kepada rasionalitas dulu. Kalian cukup menjadi simbol supaya massa tetap tenang hatinya, dan terus menerus berdoa dirumah masing-masing itu saja. jangan sampai kasus Korea Selatan yang menuduh virus ini sebagai "perbuatan iblis" lalu jemaat malah dikumpulkan ini terjadi di Indonesia. Sudahi trik-trik semacam ini, masuklah keruang-ruang pertapaanmu masing-masing, dan temukan Tuhan dalam sanubarimu sembari menebar kebahagiaan, bertolak pada rasionalitas kalau perlu terjun menjadi relawan.

Juga harus saya ucapkan selamat bertarung kepada semua saudaraku yang masih mengais rejeki dijalanan, apapun yang diperbuat, tetap jaga kebersihan kesehatan dan semoga ditambah-tambahi lagi kekuatan. Semoga luput dari wabah, dan tetap selamat ketika semua ini berakhir. Selamat mencari sela-sela tanah ditengah rapatnya hujan deras. Dan semoga segera ada solusi yang mau menanggung segala kebutuhan kalian untuk tidak lagi terjun ke jalan, apapun jalannya, semoga negara tak lupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun