Mohon tunggu...
Muhammad Ikbal
Muhammad Ikbal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Temui saya di http://ikbaldelima.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenaikan Elpiji Non Subsidi: Ujian Bagi Kita Yang Punya Hati

18 September 2014   07:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:21 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seingat saya, tabung biru sudah ada sejak tahun 2002/2003. Ayah membelinya karena merasa lebih murah dan nyaman dibanding menggunakan minyak tanah. Karena kenyamanan inilah, si tabung biru ikut dibawa pulang kampung setelah kami merantau 13 tahun lamanya di tanah Jawa. Alasan ekonomi “memaksa” keluarga kami pulang kampung dan tak kembali lagi.

Setelah lebih dari satu tahun tinggal di kampung, sama seperti hampir semua warga kampung lain, pada tahun 2007/2008 kami juga mendapatkan kompor dan tabung Elpiji 3 Kg secara gratis dari pemerintah. Walaupun begitu, sebagai pemegang otoritas bagian dapur, Ummi tetap menempatkan Elpiji 12 Kg sebagai tabung utama. Alasannya simpel, karena lebih banyak isinya dan lebih tahan lama dibandingkan gas 3 Kg (Ya jelas lah). Tabung Elpiji 3 Kg hanya Ummi gunakan jika uang tak cukup untuk beli Elpiji 12 Kg sedangkan masak mesti jalan tiap hari.

Belakangan ini, berita terbaru tentang kenaikan Elpiji membuat saya penasaran untuk menelfon ummi di kampung. Rasa penasaran ini timbul karena baru nyadar bahwa ada perbedaan harga mencolok antara harga tabung 3 Kg dengan 12 Kg. Maklum lah, tugas anak hanya membeli, masalah uang urusan orang tua. Hal ini terasa aneh karena sekarang keluarga kami tidak lagi berkecukupan seperti dulu. Ayah yang mantan pedagang meninggal 2 tahun lalu. Rumah kami sekarang rumah warisan kakek yang dikit demi sedikit kami jadikan layak untuk dihuni. Masih ada dua adik kecil yang mesti dirawat oleh ummi yang bekerja sebagai petani, buruh tani, dan penjual lontong di depan rumah. Sedangkan saya sendiri bisa kuliah karena dapat beasiswa dari pemerintah. Akan ada uang lebih jika Ummi selalu beli Elpiji bersubsidi 3 Kg. Walaupun tak banyak, setidaknya sedikit kebutuhan keluarga dapat tertutupi dengan uang tersebut.

Untuk menghilangkan rasa penasaran ini, akhirnya saya pun memutuskan menelpon ummi sambil bertanya kabar. Setelah basa-basi 10 menit, saya pun langsung bertanya.

Saya:Ummi masih sering beli gas yang tabung biru?

Ummi:Masih

Saya:Tabung hijau?

Ummi:Masih juga sekali-kali, kenapa?

Saya:Gak kemahalan beli gas tabung biru mi?

Ummi:Gak ah, Perasaan murah, kalaupun Mahal, cuma mahal dikit..

Saya:Masa sih mahal dikit? mahal banget lah. Ummi tau berapa isi tabung hijau?

Ummi:Tau, 3 kilo

Saya:Berapa Harganya?

Ummi:Kadang-kadang 19 ribu, kadang 20 ribu. Kenapa ni banyak tanya?

Saya:Gak ada, iseng aja. Kalau tabung yang biru berapa isinya?

Ummi:12 kilo

Saya:Harganya?

Ummi:Bulan kemaren beli harganya 110 ribu, tapi sekarang udah jadi 135 Ribu

Saya:Berarti jelas tabung biru lebih mahal dong, apalagi sekarang udah naik 25 ribuan..

Ummi:ah, enggak, cuma mahal dikit, kalau dibandingin masih murahan tabung biru, Beli tabung hijau seminggu udah abis, kalau tabung biru bisa tahan sebulan. Lebih murah tabung biru lah..

Saya:(ketawa dalam hati) Ummi, kalau tabung gas 3 Kg kita beli 4 kali berarti kita dapet 12 Kilo kan?

Ummi:Iya

Saya:Berarti jumlahnya sama kayak tabung yang Biru kan?

Ummi:iya, terus?

Saya:Berarti mahal tabung biru dong, 4 kali kita beli gas tabung hijau jumlahnya udah sama kayak beli tabung biru. Kalau 4 kali 20 ribu berarti harganya 80 ribu. Nah kalo kita beli tabung biru yang isinya 4 kali tabung hijau harganya 135 ribu. Berarti ada beda harga barang 55 ribu. Mahal kan ummi?

Ummi:(Diam Sebentar) Ah, ngaco, coba ulang itungannya tadi!!

Saya:(Kembali mengulang penghitungan di atas dengan lebih terperinci)

Ummi:(diam)

Saya:Halooo

Ummi:Kok bisa ya? (dengan nada heran), aduh, berarti rugi dong…

Saya:hehe, Jadi di gimana ni? Masih mau beli?

Ummi:(Diam lagi, sepertinya masih mikir)

Saya:Haloooo

Ummi:mulai besok, kita gak pakek lagi tabung biru!

Yah, begitulah ummi memutus hubungannya dengan si tabung biru. Dijawab dengan nada datar penuh keheranan. Sama seperti saya, beliau pun baru sadar kalau udah beli barang “mahal” selama ini. Sempat berdebat sedikit berkenaan beliau yang tidak mau lagi menggunakan tabung biru 12 Kg.Saya menyarankan beliau agar tetap memakainya kalau merasa masih mampu, sedangkan beliau tetap bersikeras untuk tidak lagi memakai tabung itu. Saya hanya bisa berhenti membantah ketika beliau ngeluh tentang uang jajan 2 adek kecil yang lumayan besar, mestinya selisih uang Elpiji itu bisa sedikit menutupi uang jajan mereka.

Perubahan tingkah laku Ummi yang awalnya berlangganan Elpiji 12 Kg lalu berpindah 3 Kg merupakan gambaran dari perubahan sikap beliau terhadap Elpiji 12 kg. Strukur sikap itu sendiri terdiri dari tiga komponen yang saling berkaitan yaitu Kognitif (Pikiran/Fakta/Informasi), Afektif (Perasaan/Emosi/Hati) dan Konatif (Perilaku). Untuk memahami bagaimana proses terjadinya perubahan sikap Ummi terhadap Elpiji Non subsidi, mari kita bahas lebih lanjut.

Berdasarkan pengalaman bertahun-tahun, Ummi mengambil kesimpulan bahwa Elpiji 12 Kg lebih murah dan nyaman, oleh karenanya beliau tetap menggunakan tabung 12 Kg. Persepsi bahwa Elpiji 12 Kg lebih murah mewakili Kognitif (pikiran), komponen Afektif (Perasaan) diwakili oleh perasaan bahwa Elpiji 12 Kg itu nyaman digunakan, sedangkan Aspek Konatif (perilaku) diwakili oleh perilaku beliau yang masih berlangganan Elpiji 12 Kg. Keberpihakan ummi terhadap Tabung Elpiji 12 Kg disebabkan karena (1) pengalaman yang panjang dengan si tabung biru, (2) kesimpulan tak berdasar bahwa Lpg 12 Kg lebih tahan lama dibandingkan tabung 3 Kg, (3)belum tau kalau tabung 3 Kg dan 12 Kg memiliki perbedaan harga yang mencolok, (4) dan secara tak tersirat disebabkan karena beliau masih mampu. Secara kasat mata (tersirat) bisa dikatakan kalau keluarga kami di golongkan tak mampu. Namun secara tak tersirat kami dapat digolongkan masih mampu untuk membeli Elpiji 12 Kg. Hal disebabkan kenaikan harga si tabung biru belum mampu menggangu keseimbangan pendapatan dan pengeluaran keluarga. Jika beliau merasa tak sanggup lagi menggunakan elpiji 12 Kg, logika beliau akan berkata bahwa bahwa Elpiji 12 Kg itu mahal. Jika masih merasa sanggup, maka elpiji 12 Kg itu murah.

Untuk lebih jelasnya, Berikut adalah gambaran proses terbentuknya sikap Ummi berdasarkan komponen-komponennya.

Kognitif (Pikiran): Untuk saat ini, ummi percaya kalau Elpiji 12 Kg itu Murah

Afektif (Perasaan) :Ummi merasa nyaman menggunakan Elpiji 12 Kg

Konatif (Perilaku):Karena Elpiji 12 Kg itu murah dan nyaman, maka ummi akan tetap membelinya.

Selanjutnya, sikap ummi berubah ketika pengambilan kesimpulan mahal atau tidaknya Elpiji didasarkan pada logika yang benar (Kognitif/Pikiran). Hal ini terjadi ketika kami menggunakan Ilmu berhitung seperti terlihat pada percakapan telfon di atas. Ketika Ummi lebih menggunakan logika benarnya melalui ilmu berhitung, maka rasa bahwa Tabung 12 Kg itu nyaman menjadi tak penting lagi. Perasaan atau sisi emosi (afektif)teralih pada rasa senang dan lega bisa mendapatkan uang lebih untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Ke depannya, ada atau tidak adanya uang, beliau tak akan membeli elpiji 12 Kg jika tak terlalu mendesak (Konatif/Prilaku). Proses terbentuknya sikap di atas dapat dijabarkan sebagai berikut

Kognitif (Pikiran) :Setelah dihitung, ternyata Elpiji 12 Kg sangat mahal jika dibandingkan dengan yang 3 Kg

Afektif (Perasaan):Karena mahal, maka Ummi kurang suka untuk memakai elpiji 12 Kg

Konatif (Perilaku):Karena mahal dan ummi tak lagi menyukainya, maka Ummi beralih ke Elpiji 3 Kg

Jika Ummi jauh-jauh hari menyadari bahwa ada perbedaaan harga yang besar antara Elpiji 12 Kg dan 3 Kg, saya yakin beliau tak akan menggunakannya sejak dimulainya carut-marut ekonomi keluarga. Untuk saat ini, setidaknya beliau masih mampu untuk membeli Elpiji 12 Kg. Beralihnya ummi ke Elpiji 3 kg disebabkan karena adanya kesempatan untuk menghemat keuangan yang sudah lama babak belur. Saya yakin banyak juga orang-orang seperti beliau. Dipaksa beralih karena tuntutan hidup yang keras. Dipaksa beralih karena tuntutan akan pentingnya beras. Lalu bagaimana dengan mayarakat kelas menengah ke atas. Bukankah target dari Elpiji subsidi untuk rakyat kurang mampu danElpiji Non Subsidi adalah mereka yang hidup cukup dan lebih. Apalagi dengan Kenaikan Elpiji Non Subsidi belakangan ini kembali menguji hati kita bersama, terutama bagi pihak yang berlebih dari segi ekonomi.

Ya,semuanya memang terpulang pada sikap kita masing-masing. Kenyataan (Kognitif) bahwa ada uang lebih dari selisih harga elpiji subsidi dan non subsidi tentu menggiurkan hati semua orang. Bagi mereka yang berkecukupan, komponen Afektif (Perasaan/Hati) yang akan menentukan mereka untuk tetap menggunakan Elpiji 12 Kg atau tidak.

Melihat tabel di atas, Ini semua tergantung tentang apakah mereka (warga kelas menengah ke atas) masih memiliki rasa malu untuk berebut Elpiji 3 Kg dengan rakyat miskin. Ini semua tergantung pada apakah mereka masih punya kepekaan dan rasa iba untuk tidak membuat rakyat miskin sengsara dengan langkanya Elpiji 3 Kg. Ini semua tergantung pada kejujuran mereka untuk tak mengambil yang bukan hak nya. Lagi pula apa artinya menghemat Rp. 5000,- / hari untuk membeli Elpiji 12 Kg bagi sebagian orang yang berpendapatan tinggi. Apa artinya dengan dua bungkus rokok yang habis dalam sehari. Jika patokan kita hanya pada uang semata, maka kita tak lebih dari kucing berebut ikan dengan kucing di sebelahnya. Tuhan memberikan kita hati nurani dan rasa pada manusia bukan tanpa alasan. Jangan jadikan Kenaikan Elpiji non subsidi sebagai ladang memperkaya diri. Jangan jadikan kenaikan Elpiji untuk mengeluh tanpa arti. Jadikanlah Kenaikan Elpiji Non Subsidi sebagai langkah awal memandirikan negeri. Jadikanlah kenaikan Elpiji Non Subsidi untuk membantu sesama warga negeri.

Catatan:

Jika ada yang ingin tahu latar belakang, dampakdan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan kenaikan Elpiji non Subsidi, Silahkan baca tulisan saya sebelumnya di sini dan di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun