Siang itu, Rein, Lea, Senny, dan Mayang telah berada di kantin jurusan mereka. Dosen statistik tidak datang, itulah yang kini menyebabkan mereka dengan riang gembira mengisi piring kosongnya masing-masing dengan nasi dan lauk pauknya di kantin jurusan.
“Wah, kemajuan, sekarang Rein ada yang nungguin.” Mayang tersenyum-senyum menengok ke arah Rein, sambil menyendoki nasi putih dari termos nasi ke dalam piringnya.
“Siapa?” Senny pura-pura tak mengerti, ia sibuk membuka botol tehnya lalu menghampiri Rein dan Mayang.
“Rein-lah.” Mayang menunjuk Shia dan seorang temannya yang tengah asik berakap-cakap.
“Oh itu Shia dengan Nara. Nara itu kan kakaknya Jed, sudah tahu ya Rein?” Lea menunjuk meja Shia.
Rein melihat ke arah pemuda yang Lea sebut sebagai Nara itu, sepintas memang ada kemiripan yang tersembul dari wajah itu dengan Jed.
“Emang iya, Ya?” tanya Mayang.
“Iya, dulu dia kan tetangga kos ku, memangnya kalian gak pernah merhatiin ya kalau pada main ke kosan aku. Tapi sekarang dia sudah pindah, gak tahu kemana. Dia itu dulu kuliah di Tehnik Energi, tahun kedua ikutan tes lagi, masuk ke Tehnik Mesin, makanya dia sekarang seangkatan dengan kita. Orang yang aneh, pindah jurusan di kampus yang sama.” Lea menghampiri mbak kantin untuk mengkalkulasi harga makanan yang kini nangkring di piring yang pinggirannya bergambar bunga ros berwarna merah itu.
“Kamu bakal samperin Shia kan Rein?” Lea menatap tajam Rein.
Rein mengangguk, membawa piringnya ke meja yang di tempati oleh Shia dan Nara. Lalu ia pun duduk di samping Shia, menatap Nara sebentar, yang ternyata sedang menatapnya juga, pandangan mereka beradu sekilas.
“Tumben sudah keluar.” Shia menengok jam favoritnya yang semakin hari semakin mengkilat saja. Entah apa yang dioleskan Shia pada jam tangan hasil inovasinya orang Jepang bernama Kikuo Ibe itu.