Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dunia Luka

29 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 29 Maret 2020   01:51 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         Alangkah baiknya, jika aku bisa membuang segala sesuatu yang tidak penting kupikirkan. Mungkin realitas hanyalah kekejaman belaka. Apa yang ditawarkan takdir kepadaku hanya menyakitkan saja.

         Dengan senyum terakhir, Bimo pergi dari cintaku. Senyumnya sangat menyakitkan, memberikan jalan keluar untuk air mataku. Seandainya aku masih bisa menyentuh cinta, maka akan kucari bahagia di sisi hatiku yang menghilang di sungai air keruh yang telah tercemari darah hitam Bimo. Tapi pada akhirnya aku hanya tetap harus menunggu bahagiaku.

"Kita bukan apa-apa, Tiara, tapi takdir dari langitlah yang memberangkatkan bintang untuk tetap bersinar di malam hari." seakan suara lembut berbisik menyemangatiku.

          Cintaku menyeberang waktu, mengubah bentuk hatiku menjadi kerucut. Masa depanku untuk cinta belum terlihat. Tapi aku tetap disini, di dalam remang musim yang selalu saja mengering. Aku percaya, cintaku tinggal dalam diriku. Jadi aku tidak akan pernah mengucapkan selamat tinggal kepada luka. Sebab bagiku cinta dan luka seperti dua sisi dalam satu helai sutra, dan aku akan selalu berada di dalam dunia luka. [ ]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun