Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dunia Luka

29 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 29 Maret 2020   01:51 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                                   ***

Terkadang aku bisa melihat kembali pada masa lalu, sebab aku pernah lewat dan berhenti disana, untuk mencicipi goresan kesenduan malam. Walaupun aku menangis tak bisa melihat cahaya, namun aku coba melangkah maju meninggalkan rasa pahit goresan itu. 

          Tak jarang aku terjatuh, bahkan sering menyerah lebih dari sekali. Tapi sekarang aku di sini, berdiri tanpa rasa takut, demi tidak ada orang lain yang dapat mencabik batinku dengan ketajaman janji mereka.

          Aku melakukan perjalanan ini untuk menemukan kebahagiaan. Lihat! aku nampak baik dengan senyum di wajahku ini. Cantik, namun rapuh untuk dilahirkan kembali seperti pada musim laut yang mempesona, kulitku dibakar. Dan pada musim salju, aku baru bisa menari, berputar-putar dalam kesendirian. Namun setiap kali aku berhenti, aku sudah berada di dunia Luka. Seperti seorang musafir membawa sepinya sendiri, lalu berjalan pergi untuk mencapai penyembuhan.

          Beberapa kali aku tersesat pada akhir dari jalan panjang, yang akhirnya membuatku berpikir bahwa setiap orang adalah musafir, mengembara mencari cinta dan tidak bisa kembali pada dunia yang sesungguhnya ia cari, tidak peduli betapa pun mereka merindukan waktu yang benar-benar menyenangkan, saat dimana mereka selalu menarik tirai hati dengan cara yang berbeda.

                                   ***

“Di mana kau? Kemana saja kau pergi?" kegilaanku semakin menjadi tentang Bimo.

         Bimo telah pergi dalam perjalanan panjang dengan orang yang menurutnya paling penting baginya. Semua itu dimulai dari sesuatu yang dikatakannya,

"Tiara, sepertinya ini akhir dari cinta kita." bisiknya.

        Seperti ingin menangis mendengar bisikan itu. Namun dengan semua kekuatan yang kupunya, ucapan selamat tinggal darinya kuterima. Dan akhirnya aku merasa seperti berjalan di kegelapan sendirian dan tak dapat melihat cahaya bersinar di jalanku. Ya, Bimo sudah meninggalkanku.

         Semua orang mungkin pernah merasakan kesedihan. Tapi apakah mereka benar-benar menangis? Mereka pun juga pernah merasakan bahagia, berjalan bersama kekasihnya dengan sinar cahaya. Bukankah kesedihan dan kebahagiaan adalah seperti dua sisi mata uang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun