Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kotak Kehilangan

20 Agustus 2017   13:29 Diperbarui: 22 Agustus 2017   06:05 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto:pexels.com

Kian hari, hatinya kian membaik, luka-lukanya mulai sembuh, ia merasa kembali utuh. Wajah manisnya kembali memancarkan cahaya keceriaan dan ketulusan. Matanya kembali seteduh embun, suaranya selembut cuitan burung di pagi hari. Perempuan itu berhasil mengatasi penyesalan dan rasa bersalah yang menimpanya, ia berhasil menguasai kehilangan dan kehampaan dalam dirinya, ia sanggup mengubah kesedihan menjadi ketulusan merindu tanpa temu.

Meski demikian, ia tetap mengisi 'Kotak Kehilangan'. Tapi, jika di tahun-tahun sebelumnya, kotak-kotak itu terisi koin-koin kepiluan, lalu koin-koin kesedihan dan kerinduan bercampur, kini koin-koin yang masuk adalah murni koin-koin kerinduan dan kecintaannya pada seseorang yang tak pernah lagi dijumpainya. Ia terus mengisi kotak itu setiap hari, semacam keharusan menyampaikan cinta kepada yang kekasih.

Tiba saatnya, perempuan itu mesti hidup berdua, seorang lelaki telah dengan ikhlas menyampaikan maksud luhurnya. Perempuan itu menerima. Dengan ikhlas, ia mengumpulkan seluruh kotak-kotak itu, memasukkannya kedalam karung. Koin-koin sebanyak ini tak sanggup kuhitung sendiri, pikirnya. Ia membawa karung-karung itu ke bank tempatnya bekerja, lalu menyuruh mereka menghitung dan menukar koin-koin tersebut dengan lembaran kertas, puluhan juta rupiah. Sepulang kerja perempuan itu mampir di sebuah panti asuhan dan menyumbangkan seluruh uang, hasil dari kesedihan sekaligus kecintaannya tersebut. Lalu, ia pulang ke rumah dengan perasaan lega luar biasa, dua keberkahan berhasil dirasakannya, pertama penderitaannya berbuah rejeki bagi orang lain dan kedua Tuhan menghadiahkan cinta yang akan melengkapi kesempurnaan hidupnya.

****

Mata Mariah belum terpejam sedikitpun, dongeng ibu tak mendatangkan kantuk di pelupuknya. Berbeda ketika dirinya masih berumur tujuh atau delapan tahun, bahkan cerita belum selesai tapi ia sudah mendengkur lembut. Terpesona pada kepiawaian ibunya bercerita, Mariah bertanya.

"Dari mana ibu tahu cerita itu? "

Ibunya tersenyum.

"Nenekmu, beliau menceritakannya pada ibu, ketika ibu memasuki masa akil baliq, nenekmu mengatakan bahwa cerita itu khusus untuk perempuan yang mulai beranjak dewasa, nenekmu mendengarnya dari ibunya, neneknya ibu. Ibu tak ingat, ibu keturunan keberapa yang berkisah tentang Kotak Kehilangan, ini semacam dongeng warisan".

Mariah tak berkedip, menatap wajah tua ibunya. Ia mengenggam kedua tangan ibunya yang mulai keriput. Bagi Mariah, ibu adalah perempuan cantik, betapa tidak, ibunya berhidung mancung halus, bibir tipis dan mata mirip biji almond, sesekali Mariah gemas dan begitu ingin menggigit biji almond itu, jika dirinya sedang dirundung sedih. Ibu adalah tempat utama meluruhkan semua kegembiraan maupun keluh kesahnya.

"perempuan itu memang hebat Bu, ia bisa menabung benci dan sedihnya bahkan menjadi rindu dan cinta yang tulus, andaikan aku sekuat perempuan itu" Mata Mariah menerawang, menatap loteng kamar.

"kamu tahu, berapa tahun perempuan itu mengisi Kotak Kehilangan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun