Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kiyai Bugis Prof. Nasaruddin sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

27 Mei 2019   15:45 Diperbarui: 27 Mei 2019   15:56 2322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof. Nasaruddin Umar. Sumber: SenayanPost

"Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Nasaruddin Umar mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan salah satu senjata di tengah masyarakat yang bisa menangkal menyebarnya radikalisme agama di Indonesia"

Sebuah kampung atau desa kecil "Ujung" Kecamatan Dua BoccoE Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Terlahir seorang putera Bugis Prof.Dr.H. Nasaruddin Umar, MA tanggal 23 Juni 2059 dari ayah bernama Almarhum H. Andi Muhammad Umar dan ibu Andi Bunga Tungke.

Prof. Nas (panggilan penulis pada beliau), kebetulan sekampung - Bugis Bone - saat ini sama domisi di Jakarta. Prof. Nas menikah dengan Ibu Hj.Dra. Helmi Halimatul Udhma dan memiliki 3 anak yang bernama Andi Nizar Nasaruddin Umar, Andi Rizal Nasaruddin Umar, dan Cantik Najda Nasaruddin Umar.

Sebenarnya beliau seorang anak bangsawan di Bone-Sulsel. Namun Prof. Nas tidak memakai atau  menulis gelar bangsawan bugisnya "Andi" di depan namanya. Beliau sangat bersahaya dan komunikatif sebagai seorang pejabat negara (mantan Wakil Menteri Agama era Presiden SBY tahun 2011-2014) dan saat ini sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta masa bakti 2015 -- 2020.

Pendidikan dasarnya dilalui di SD Negeri di Ujung-Bone, lalu dilanjutkan di Madrasah Ibtida'iyah di Pesantren As'adiyah Sengkang. Kemudian, masih di pesantren yang sama, ia melanjutkan pendidikan guru agama (PGA). Dasar pendidikan agama Prof. Nas sangat kuat.

Kemudian di Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Ujung Pandang (Baca: Universitas Islam Makassar) pada tahun 1984. Lalu melanjutkan pendidikan ke program S2 dan S3 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemuda cerdas Nasaruddin menjadi alumni terbaik S3 IAIN Syarif Hidayatullah tahun 1998 dengan disertasi berjudul "Perspektif Gender Dalam Al-Qur'an".

"Islam hadir untuk meredam pernikahan tanpa batas. Dibatasi jadi 3 atau 4 istri saja, syaratnya harus adil. Tapi ayat lain mengunci, dikatakan bahwa laki-laki tidak akan bisa adil secara kualitatif  atau menyangkut perasaan. Jadi logikanya apa? Ya, jangan poligami" Prof. Nasaruddin Umar.

Dari sumber informasi Wikipedia, Nasaruddin pernah mengenyam pendidikan di berbagai negara, antara lain menjadi Visiting Student di Mc Gill University Canada (1993-1994), Visiting Student di Leiden University Belanda (1994-1995), mengikuti Sandwich Program di Paris University Perancis (1995), serta pendidikan dan pengalaman lainnya mulai dari kampung "Bugis-Bone" sampai ke seantero nusantara dan manca negara.

Masjid Simbol Toleransi

Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Nas dalam visi-misinya, antara lain menginginkan Masjid Istiqlal harus tetap menyimbolkan negara dengan ciri keislaman moderat, bercorak Rahmatan lil Alamin.

Target lainnya adalah Masjid Istiqlal dinilainya harus menjadi lambang persatuan dan kesatuan umat Islam, dan sebagai simbol pemersatu umat Islam dari berbagai mahzab. Juga menginginkan Masjid Istiqlal sebagai simbol toleransi antar umat beragama dan mengharapkannya menjadi paru-paru spiritual Indonesia.

Selain banyak konsentrasi terhadap kesetaraan gender, radikalisme dan inovasi masjid agar lebih profesional. Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin meluncurkan sebuah lembaga survey yaitu Nasaruddin Umar (NU) Office di Jakarta (26/01/19). Salah satu fokusnya adalah upaya menangkal penyebaran paham radikalisme.

Selain itu, NU Office juga akan bergerak di bidang inovasi atas manajemen dan sumber daya manusia (SDM) pengelola dan termasuk peningkatan profesionalisme imam masjid. Menurut Prof. Nas pada suatu waktu bincang dengan beliau, ada ratusan ribu masjid tersebar ke pelosok Indonesia, termasuk mushalah, langgar dan surau.

Ilustrasi: Pondok Pesantren Al-Ikhlas di - Ujung Bone - kampung tanah kelahiran Prof. Nas  Sumber: Laduni.id
Ilustrasi: Pondok Pesantren Al-Ikhlas di - Ujung Bone - kampung tanah kelahiran Prof. Nas  Sumber: Laduni.id
Mendirikan Pesantren di Kampung

Sebagai bentuk kepedulian pada pengembangan peradaban Islam Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar,  bersama ayahnya Almarhum H. Andi Umar mendirikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas di - Ujung Bone - kampung tanah kelahiran Prof. Nas sendiri pada tahun 2000/1421 H.

Sebagai wujud keprihatinan terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan di dalam masyarakat, sementara tantangan di masa depan semakin menuntut sumber daya manusia yang handal.

Kekhususan pesantren Al-Ikhlas adalah menjadi obsesi Prof. Nas dalam menerapkan kurikulum yang paralel antara ilmu umum dan ilmu agama, modifikasi kurikulum sendiri tersebut pada Pondok Pesantren Al-Ikhlas  tetap memperhatikan kurikulum nasional.
Tanah Bugis Melahirkan Banyak Ulama

Sebenarnya di Sulawesi Selatan banyak terlahir ulama-ulama besar sejak dahulu sampai sekarang dan berkiprah ke seantero dunia termasuk bermukim di Arab Saudi. Maka Presiden Joko Widodo tidak salah mempercayakan sosok KH. Prof. Nasaruddin Umar sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.

Beberapa nama ulama kharismatik dari Bugis Sulawesi Selatan. Baik yang sudah meninggal walaupun yang masih hidup, antara lain KH. Yunus Maratang, Syeh Hisain Bugis, KH. Rafi Sulaiman, KH. Junaid Sulaiman, KH. Ambo Dalle, KH. Abd Latif Amien, KH. Sanusi Baco, KH. Quraish Shihab, KH. Ali Yafie, Raja Ali Haji Bin Raja Haji (bermukim di Malaysia), KH. Muin Yusuf, KH. Muhammad As'ad. dll.

Termasuk ulama besar Syekh Yusuf Al-Makassari, dimana Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela menyebutnya sangat berperan besar membakar semangatnya saat berjuang menentang kolonialisme dan apartheid. Juga banyak lahir udztas - tokoh muda - seperti Udztas Nur Maulana, Udztas Anies Matta.

Buku-buku Prof. Nasaruddin: Argumen kesetaraan Gender: perspektif al Qurn, Rethinking pesantren, Fiqih Wanita Untuk Semua, Islam Fungsional, Ketika Fikih Membela Perempuan dan lainnya
(Baca: Buku Prof. Nasaruddin Umar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun