Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tantangan dan Peluang Koperasi dalam Pengelolaan Bank Sampah

19 April 2018   03:15 Diperbarui: 20 April 2018   04:01 3957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Membangun kemitraan dalam pengelolaan sampah (perkebunan.news)

Namun senyatanya, sampai dengan saat ini, April 2018, sudah 10 tahun lamanya, TERBUKTI tidak terlaksana dengan baik sesuai peraturan perundangan. Padahal, institusi atau lembaga pemerintah seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat, khususnya kalangan dunia usaha untuk melaksanakan pemilahan sampah di kawasannya.

Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2016 telah mencabut Permendagri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah tanpa alasan. Padahal permendagri ini sangatlah penting, karena menjadi pedoman utama pemda kabupaten dan kota serta masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan pengelolaan sampah. Permendagri No. 33 Tahun 2010 ini pula menjadi basic pelaksanaan Permen LH No. 13 tahun 2012  Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah dan Permen PU No. 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Sampah Rumah Tangga.

Pada Pasal 45 UU. No.18 Tahun 2008 Pengelolaan Sampah, "Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya undang-undang ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun".

Dengan kata lain, ketentuan ini, wajib berlaku setahun setelah berlakunya UUPS, yaitu 7 Mei 2009. Pada prinsipnya dalam pengelolaan sampah tidak bisa dilakukan secara parsial, tapi harus lintas sektor. Ingat bahwa "prasa wajib" ini berimplikasi pelanggaran pidana bagi yang melanggar undang-undang ini.

Bank Sampah vs Bank Sampah Induk

Sejak tahun 2008, telah berdiri sekitar 5000an bank sampah di Indonesia. Dapat dipastikan umumnya hanya mengelola sampah anorganik. Belum menyentuh sampah organik. Padahal sampah organik ini yang dominan, potensinya besar untuk dijadikan pupuk organik dan biogas. Outputnya mendukung penyediaan pupuk organik untuk pertanian dan perkebunan serta energi baru terbarukan berupa biogas dan listrik.

Berdasarkan karakteristik sampah Indonesia dominan sampah organik (sekitar 70-80%), sisanya 20% adalah sampah anorganik dan limbah B3. Maka seharusnya bank sampah menjadikan sampah organik sebagai core bisnisnya.

Namun karena beberapa hambatan, misalnya lokasi dan pendanaan dalam pengadaan peralatan dan SDM serta pemilihan teknologi. Sehingga bank sampah tidak mengelola sampah organik. Ahirnya sampah organik tetap akan menjadi beban TPA. Sementara TPA semakin terdesak dengan laju produksi sampah.

Legalitas formal bank sampah yang ada tersebut, hampir semuanya tidak sepenuhnya berbadan hukum, namun ada diantaranya berbentuk koperasi. Tapi dalam praktek manajemen pengelolaan dan pemasaran, bank sampah bekerja mandiri tanpa kerjasama sesama bank sampah dan tidak bankcable, maka sangatlah susah mendapat bantuan dari pihak perbankan dan non perbankan.

Selama bank sampah berdiri, tidaklah menampakkan perkembangan yang signifikan layaknya dikelola sebagai usaha permanen. Karena dalam pelaksanaannya tidak sesuai azas kebersamaan sebagaimana amanat regulasi. Keniscayaan pengelolaan sampah harus bermitra antar bank sampah dalam satu wilayah.

Dalam kondisi carut-marut bank sampah yang semakin hilang dari misinya, muncul dan lahir bank sampah induk (BSI), seakan eksistensi BSI ini akan menolong bank sampah. Namun sangat disanksikan karena aktifitasnya dipastikan akan mengambil alih kegiatan bank sampah, ya faktanya demikian karena BSI juga tidak bankcable. Jadi hampir tidak ada kelebihan dibanding bank sampah bila ditinjau dari sudut kelembagaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun