Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pulang ke Kotamu... (2)

21 September 2019   06:21 Diperbarui: 21 September 2019   06:25 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: dokpri
sumber: dokpri

Terus berjalan ke arah kantor pos, saya membeli tiga kaos untuk giveaway di timeline. Setelah berfoto-foto sebentar di tempat tujuan, Laras menarik tangan saya lagi ke arah alun-alun. Di sana ada kafe Kopi Walik. Kopi dan sajiannya memang enak, namun menurut Laras, harga di sini tergolong mahal.

"Kalau di Jogja semua makanan itu harus murah dan porsinya besar," Laras menunjuk spageti yang sedang saya makan. Memang takarannya kecil dan sedikit, sih. Tapi saya harus mengakui bumbu spagetinya diolah dengan baik, setara makanan Italia yang dijual di Jakarta. 

Soal harga saya tidak terlalu sepakat karena bagaimanapun masih lebih murah dibanding Jakarta. Tapi Laras masih berkeras bahwa ada yang lebih murah lagi. Saya sampai menggeleng-geleng. Begitu murahnya biaya hidup di Jogja, pikir saya.

sumber: dokpri
sumber: dokpri

Menghabiskan malam yang makin larut, saya dan Laras bicara soal pekerjaan dan hidupnya saat ini. Termasuk berbagai pengalaman insecure dan depresi yang sama-sama kami pernah alami. Ia juga bercerita, betapa frustrasinya ia saat pertama kali membuka startup di Jogja.

"Orang-orang di sini terlalu lambat, sampai bikin marah-marah. Tapi ya begitulah Jogja, kalau bisa ditunda, mereka tidak akan menyelesaikan saat itu juga. Beda dengan kita di Jakarta," Seru Laras dengan mimik muka kesal.

Bagaimanapun saya setuju dengan pendapat Laras. Saya ingat pengalaman makan soto di Jogja, "Itu sekedar minta teh saja bisa tiga puluh menit baru dilayani. Dibilang minta tunggu sebentar, eh abis itu penjaga warungnya ngobrol, hahahah," Saya terkekeh.

Tapi ya mungkin itulah istimewanya Jogja, semua orang selalu menghabiskan waktunya dengan ngobrol dan bersosialisasi. Mungkin juga itulah kenapa muka orang Jogja banyak awet muda, selain jarang terpapar polusi, hidup mereka juga bebas stres. Mirip dengan Bali yang menghabiskan banyak waktunya dengan hari libur dan perayaan.

Pembicaraan kami terus ngalor-ngidul. Mulai dari pasangan, bisnis, politik, hingga kenangan-kenangan di masa lalu yang lucu. Hingga akhirnya tanpa sadar saya menguap beberapa kali.

"Sudah pukul dua, pulang yuk," Kata saya mengingatkan saat beberapa kali mata Laras  yang juga terlihat mulai sayu. Dia setuju dan memesankan gojek untuk ke hotel karena handphone saya sudah kehabisan baterai. Laras lalu pulang sendirian ke rumahnya, menolak saya antarkan karena menurutnya justru akan membuat saya berputar-putar jauh dan membuang waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun