Namun berdasarkan hasil penelitian tersebut ada 5 lokasi yang diusulkan kepada pemerintah yakni lapangan merdeka letaknya di sudut menghadap bank BRI cabang Siantar dan sisi tengah lapangan. Kemudian Lapangan H. Adam Malik, Gapura simpang Pematang dan depan Makam Pahlawan simpang Ramayana (adalah Lokasi semula) pada pemerintahan Wali Kota Pematangsiantar Almarhum Hulman Sitorus---yang sempat di lakukan pembangunan peletakan batu pertama.
Berdasarkan ke-5 lokasi yang diusulkan oleh tim survei indevenden dari USU, keturunan raja Sang Naulauh Damanik berserta tokoh-tokoh suku Simalungun dan komponen eknis Simalungun di kota Pematangsiantar sepakat, sebagaimana yang sudah ditentukan sebelumnya ataupun sudah diputuskan dalam kajian ilmiah Universitas Simalungun yakni Kawasan Lapangan Merdeka---Pematangsiantar. Artinya penelitian dari USU ataupun USI memiliki persamaan terkait penempatan lokasi pembangunan.
Meskipun demikian, bahwa lokasi yang sudah diputuskan bersama dan juga didukung oleh kajian ilmiah dari dua Universitas yang memiliki sedikit perbedaan nama tesebut, Pemerintah tak kunjung juga melakukan pembangunan. Isu pembangunan tetap masih di gantung-gantung dalam angan-angan.
Namun pada tahun 2018, Pemerintah Siantar mulai melakukan pembangunan dengan mendirikan pondasi sesuai yang dianggarkan dalam anggaran APBD 2018. Pembangunan pun dilakukan dengan lokasi yang berbeda. Kebijakan tersebut sangat bertolak belakang dengan  kesepakatan bersama antara pihak-pihak terkait ataupun tokoh-tokoh adat yang didukung oleh hasil dari penelitian Perguruan Tinggi USI dan USU yaitu berlokasi di Lapangan Merdeka.
Dalam hal ini, kebijakan yang berulang kali dilakukan oleh Pemko Siantar telah menimbulkan kekecewaan dalam masyarakat Siantar. Suku Simalungun sebagaimana suku yang pertama mendiami Daerah Kota Pematangsiantar merasa terhina. Pemindahan lokasi Tungu Sang Naulauh yang berulang kali, telah membuat masyarakat suku Simalungun merasa bahwa ini adalah bentuk penghinaan bagi leluhur Simalungun.
Pembangunan yang kerap kali di pindah-pindahkan membuat masyarakat merasa jengkel dan geram---akibat pemerintah dengan kebijakannya yang tidak profesional, akurat dan tidak akuntabilitas. Kekecewaan tersebut telah membuat masyarakat berturut-turut melakukan aksi ujuk rasa (demonstrasi).
Terlepas dari itu, mengingat penulis berkaca dan menilai dari luar rana eknis (kesukuan). Pembangunan yang dilakukan di Lapangan Haji Adam Malik dibuka dan dihadiri langsung oleh Bapak Hefriansyah Noor S.E. M.M. selaku walikota Pematangsiantar.Â
Pembangunan  pada tanggal 10 November 2018 sebagaimana anggaran APBD tahun 2018 kembali berhenti seperti awal mula pembangunan dilakukan. Pada awal mula pembangunan sudah pernah dihentikan di simpang Ramayana makam Pahlawan, Jln Sang Naulauh dan pada saat itu pembangunan masih dalam tahap proses peletakan batu pertama.
Akan tetapi pembangunan yang sudah mulai dilakukan pada tanggal 10 November tahun 2018 sudah mencapai 35% dimana pondasi bangunan sudah dalam keadaan berdiri.Â
Namun pembangunan tersebut pun dihentikan melalui surat yang dibacakan oleh salah satu Perwakilan Sekda dengan ditanda tangani oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Dalam surat pemberhentian pembangunan pada intinya didasari oleh adanya kekawatiran akan bencana sosial.
Dalam kacamata hukum, Sekda atau pun PPK tersebut, tidak boleh memutuskan ataupun membuat kebijakan dalam pemberhentian pembangunan. Hal itu merupakan gawean Walikota Pematangsiantar selaku pemangku anggaran APBD secara bersama-sama dengan DPRD.