Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Tangisan Prabowo dan Jokowi, Narasi Perasaan Menuju Puncak Kekuasaan Tertinggi

26 Februari 2019   23:00 Diperbarui: 27 Februari 2019   08:58 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto dari akun Twitter @uki23 dan Facebook/nanik.sudaryati

Dengan nada yang satire, Jokowi juga mengatakan apabila ada penerima konsesi besar yang mau mengembalikan kepada negara, maka ia akan membagikannya kepada rakyat kecil.

Pernyataan Jokowi itupun disambut oleh riuh sorak para pendukungnya.

Jokowi mengakhiri kalimatnya sambil mengusap wajahnya dan terlihat sedang menahan haru dari riuh semangat para pendukungnya tersebut.

Terlihat juga Jokowi menahan tangis dengan beberapa kali mengusap wajahnya yang terlihat menahan untuk tidak menangis saat sedang menyampaikan pidato kebangsaan tersebut.

Narasi Perasaan, Mesin Penarik Simpati Pemilih

Tangisan dan rasa haru yang dialami baik oleh Prabowo dan Jokowi tentu saja hal yang tidak terduga dan mengalir begitu saja ketika mendapatkan kejutan dari para pendukung setianya, baik melalui surat dan celengan Gendis maupun riuh sorak yang terdengar para pendukung Jokowi di SICC.

Tentu saja, narasi ini menjadi sebuah energi tambahan yang digunakan mesin kontestasi elektoral ini menarik suara pendukung lawan dan juga para swing voter yang masih meragu untuk memutuskan siapa calon yang akan mereka pilih.

Selain itu, narasi semacam ini akan menguntungkan bagi para pendukung masing-masing dan mendapatkan engagement di sosial media yang besar. Foto Jokowi menangis yang diunggah oleh Dedek Prayudi, calon anggota legislatif dari PSI (Partai Solidaritas Indonesia) melalui akun Twitternya  berhasil mendapatkan retweet lebih dari 14 ribu kali.

Sedangkan momen Prabowo menangis yang diunggah akun Facebook yang bernama Nanik Sudaryati ini juga mendapatkan lebih dari 16 ribu share. Itu baru dua contoh dari masing-masing pendukung yang tentunya masih banyak pendukung di pihak masing-masing yang melakukan hal serupa.

Narasi yang menggugah perasaan seperti ini sah-sah saja dilakukan ketika kampanye karena narasi semacam ini mempunyai daya tariknya sendiri menuntun para voter untuk berpihak kepada mereka, karena pada dasarnya manusia sangat mudah tersentuh oleh simpati dan empati.

Simpati dan empati terlihat mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan adu gagasan dan ide-ide sebagai langkah kongkret untuk memajukan bangsa ini yang dilakukan oleh masing-masing pasangan capres ketika berkampanye. Mereka lebih mudah beretorika dengan kata-kata yang enak didengarkan daripada menyampaikan hal-hal yang akan dilakukan apabila mereka menang dalam kontestasi rutin lima tahunan ini.

Sehingga, siapapun yang berhasil memenangkan emosi dan simpati rakyat Indonesia, dialah yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-8 selanjutnya.

Retorika tanpa Gagasan dan Ide Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun