Mohon tunggu...
Esther Lima
Esther Lima Mohon Tunggu... -

No Biographical Info

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penghapusan PBB, Upaya Melindungi Mafia Tanah?

7 Februari 2015   03:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:40 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabat masa kecil datang berkunjung. Ngobrol ngalor ngidul sampai pada pembicaraan tentang warisan yang ditinggalkan ayahnya yang wafat tahun lalu. Ayahnya mewarisi beberapa bidang tanah yang dibagi dengan adil. Kecuali dua bidang tanah, yang saat ini masih sengketa tak kunjung selesai. Salah satunya dibeli sebelum sahabat saya lahir. Namun kemudian di atasnya berdiri kantor Walikota. Sekarang, kantor walikotanya sudah pindah ke tempat baru, gedung baru. Tanahnya masih tetap sengketa, karena ada 3 sertifikat tanah dengan nama berbeda untuk tanah tersebut. Sudah bayar PBB, tapi sengketa belum selesai.

Apakah anda pernah punya kasus seperti ini?

Demikian juga yang terjadi di keluarga mertua saya. Saat sertifikat tanah hendak dibalik namakan dari almarhum bapak mertua kepada ibu mertua dan anak-anak, ternyata rumah yang ditinggali sejak Indonesia merdeka, sudah ada sertifikat tanah atas nama orang lain. Untung orang tersebut tidak bayar PBB. Jadi kami memenangkan kepemilikan, karena kami memang pemilik yang sah, dan bayar PBB.

Kasus tanah memiliki sertifikat lebih dari satu bukan kasus langka. Kasusnya banyak sekali di Pengadilan Negeri. Sertifikatnya asli semua. Tapi namanya bisa beda-beda.

Tiba-tiba Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN) merencanakan menghapus proses pengurusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Menurut pandangan Menteri ATR Ferry Mursyidan Baldan, pungutan pemerintah atas tanah pemberian Tuhan tak masuk akal."Pertanyaan saya, apakah kita menyetorkan pajak itu ke Tuhan? Yang kita ambil pajaknya, apakah kita setor ke Tuhan, kan ngga," kata Ferry usai rapat kerja bersama Komisi II DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/2/2015).

Tuhan dibawa-bawa oleh menteri Ferry. Tidak ada orang setor pajak buat Tuhan. Yang ada pajak digunakan agar anak-anak Indonesia dapat pendidikan yang baik, sakit bisa ke puskesmas, negara bisa membangun jalan dan jembatan, roda ekonomi berputar.

Lantas, Sertifikat Tanah dobel tripel begini, yang keluarkan BPN apa Tuhan? Berapa uang yang masuk kantong para pegawai hingga pejabat di Kementrian Agraria dan Tata Ruang Badan Pentanahan Nasional untuk menerbitkan Sertifikat Tanah berkali-kali?

Jika PBB hanya dikenakan untuk tanah dan bangunan yang di atasnya dirikan tempat komersial, maka hilanglah harapan pemilik tanah pertama, seperti sahabat saya ini. Jika di atasnya berdiri kantor pemerintah, bagaimana menggugatnya jika tidak bayar PBB? Atau bangunan komersial, bagaimana menggugatnya jika tidak bayar PBB? Atau Taman Pemakaman Umum, bagaimana menggugatnya jika tidak bayar PBB?

Jika kemudian kepemilikan tanah pertama dihilangkan dengan menghilangkan kewajiban bayar PBB, bagaimana Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa diaudit untuk penerbitan sertifikat tanah ganda di masa lalu? Jika tidak bisa diaudit, bagaimana korupsinya bisa diberantas? Lalu kenapa ada wacana berpotensi pemutihan seperti ini?

Jika demikian, saya akan bangun kos-kosan di Taman Monas, lalu bayar pajaknya. Ahok tidak punya kekuatan hukum untuk mengusir saya. Kan dia nggak bayar pajak.

.

- Esther Wijayanti -

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun