Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Konon Akibat Upah Tak Ditunaikan Risiko hingga Tujuh Turunan (Dongeng Sunda Bagian 1)

11 September 2019   14:02 Diperbarui: 11 September 2019   16:59 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Benar Kiai.

Kiai Cipancur sempat kaget, namun ia bisa kuasai diri di hadapan Kuwu desa ini.

"Jadi maksud kuwu teh, supaya saya tebang habis sampai ke akarnya pohon itu?

"Benar kiai. Seharian saya habisi tempo hari tapi tidak mempan."

Sebagai orang yang dimintai tolong, dan tokoh yang disegani se-kabupaten, maka permintaan semacam ini pantang untuk ditolaknya. Tapi pohon Kemuning di tengah sawah yang ada di desa ini, yang kini bakal dihadapinya, bukan sembarang pohon. Pohon itu sebagaimana yang ia peroleh informasinya, dari buyut guru, embah guru, maupun nenek guru, adalah pusat kehidupan dunia lain.

Di situ semacam pintu masuk istana kerajaan setan yang konon sudah ribuan tahun mendiami wilayah tersebut. Apalagi kisah empat sawah di tiap sudut desa ini yang airnya menyusut, juga menurut kiai sebagai pertanda, bahwa benteng kokoh desa ini mulai ada gangguan. Sebab sawah warga di tiap sudut itu ibaratnya sebagai titik lokasi awal, atau arah jalan menuju istana di sekitar pohon Kemuning ini. Arah jalan setan tentunya.

"Jadi pohon Kemuning itu ya?Lagi-lagi kiai minta kepastian.

"Benar Kiai. Jika kiai bersedia saya akan berikan upah 5 rupiah Tiga rupiah saya serahkan sekarang, sisanya usai menuntaskan pekerjaan itu. Bagaimana kiai?

Bukan pesohor jika menolak niat baik dari Kuwu Naya. Zonder reserve, Kiai Cipancur pun bersedia melakukannya, sembari mewanti-wanti agar usai tugas segera ditunaikan sisa dua rupiah itu. Kuwu Naya memastikan, dan mengajak kiai untuk bersalaman, sebagai akad bahwa tugas dan upah sudah disepakati bersama-sama, dengan segala resikonya.

***

Tidak siang, tapi tengah malam Kiai Cipancur mendatangi lokasi di tengah sawah itu. Waktu menunjukkan pukul 24.01 Wib. Suasana sunyi. Hening tiada terkira. Angin menghembus lembut. Tanaman padi bergoyang pelan mengikuti hembusan angin, seirama. Katak, ular sawah, tikus, cacing, dan sejenisnya, entah kemana mereka semua tengah malam ini. Boleh jadi mereka minggat sementara untuk tidak mau tahu dengan kehadiran kiai sohor tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun