Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ketika Hati Tuan Gerson Bergeser ke Kanan

19 Agustus 2017   10:48 Diperbarui: 19 Agustus 2017   16:00 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: thinkstockphotos.com

Saat bangun tidur, Tuan Gerson sangat terkejut. Ia meraba bagian kiri dadanya. Serasa kosong. Tidak berisi apa-apa. Ia panik, dan nyaris berteriak memanggil istrinya. Tapi kemudian urung karena secara tidak sengaja ia menyentuh dada sebelah kanan. Huft, ternyata hatinya ada di situ, hanya bergeser.

Tuan Gerson beranjak dari tempat tidur. Berjalan menuju jendela. Menguak kelambunya yang masih tertutup. Hari masih terlalu pagi.

Tuan Gerson mengernyit alis. Ada perasaan berbeda yang dirasakannya kali ini. Jika biasanya ia senang melihat rumput-rumput bermandi embun, sekarang tidak. Rumput yang basah menurutnya terlihat sangat buruk. Seperti perempuan cengeng yang tak henti menangis.

"Selamat pagi, honey...kau belum mengecup keningku sepagian ini," suara Ellen mengalihkan perhatiannya.

"Kukira, mulai pagi ini tidak ada lagi kecupan untukmu," Tuan Gerson menyahut ketus tanpa menoleh. Ellen menghentikan langkahnya. Perempuan yang sebagian rambutnya mulai memutih itu menatap punggung suaminya dalam-dalam.

"Apa yang terjadi padamu, honey? Apakah aku telah berbuat kesalahan?" Ellen memberanikan diri mendekat. Tuan Gerson menyandarkan bahunya pada bingkai jendela. Mata tuanya meredup.

"Tidak ada yang salah, Ellen. Mungkin ini efek dari..." Tuan Gerson tidak melanjutkan kalimatnya. Ellen menyentuh pergelangan tangan suaminya.

"Honey, katakan apa yang sudah terjadi padamu?" tanya Ellen lembut. Tuan Gerson tertunduk.

"Ellen sayangku, kau tahu? Hatiku---telah bergeser ke kanan. Maksudku berpindah ke dada bagian kanan."

Ellen menahan senyum. Perempuan itu mengulurkan tangannya. Lalu menyentuh perlahan dada kanan suaminya.

"Aku akan mencari cara agar hatimu kembali ke tempatnya semula, honey. Tenanglah...."

***

Pagi itu tampak sepasang manula berjalan bergandengan menyusuri kebun yang terhampar luas di sepanjang tepi pedesaan. Matahari mulai mengintip dari balik bukit. Beberapa anak burung mencicit di sarang mengucapkan selamat pagi pada induk mereka yang terbang wira-wiri mengantar makanan.

"Kau lihat mereka, honey? Seluruh alam bersuka cita menyambut kita," Ellen berkata kepada suaminya. Tuan Gerson tidak menyahut. Entah mengapa ia seperti kehilangan perasaan.

"Mungkin kau merindukan suara gemericik air sungai, honey? Aku bisa mengantarmu ke sana---itupun kalau engkau mau," Ellen masih mempererat tautan jemarinya. Tuan Gerson menggeleng.

Mereka berhenti di sebuah bangku yang terdapat di tepi kebun. Tuan Gerson duduk di samping istrinya dengan wajah memberengut.

"Aku tak suka hatiku bergeser ke kanan Ellen. Sungguh, ini terasa aneh sekali. Aku jadi melihat sesuatu seolah-olah berlawanan, terbalik," Tuan Gerson mengeluh.

"Tidak apa-apa, honey. Kukira kau hanya sedang merasa jenuh. Hidupmu selama ini baik-baik saja. Kau membutuhkan suasana yang berbeda. Bagaimana kalau kita meninggalkan pedesaan sejenak?" Ellen meragkul pundak suaminya.

"Maksudmu kita ke kota?"

Ellen mengangguk.

"Ide yang bagus, Ellen. Siapa tahu jalan-jalan ke kota bisa membuat hatiku yang bergeser ini balik lagi ke posisi semula," Tuan Gerson setuju.

***

Hari itu juga mereka pergi ke kota menggunakan kereta api. Ternyata kursi kereta sudah penuh. Tuan Gerson dan Ellen terpaksa harus berdiri.

Tuan Gerson menyapu pandangan. Ia berharap ada bangku kosong, satu saja tak apa. Untuk Ellen. Ia kasihan melihat istrinya itu sesekali badannya terhuyung ke depan saat kereta tiba-tiba mengerem atau menambah kecepatan.

Mata tua laki-laki itu tertuju pada sosok pemuda yang duduk tak jauh darinya. Pemuda itu menguasai dua kursi. Satu kursi digunakan untuk berselonjor kaki. Tuan Gerson mendekat.

"Boleh kami pakai satu kursi, anak muda? Istriku yang sudah renta itu tampak kelelahan karena sejak tadi harus berdiri," Tuan Gerson berkata sopan kepada pemuda itu. Tapi si pemuda terlihat acuh. Ia pura-pura tidak mendengar. Telinganya sengaja disumpal dengan sesuatu. Earset.

Tuan Gerson tampak sangat kecewa. Ia kembali ke tempat semula, berdiri menjejeri istrinya.

"Banyak nian ketidakpedulian di sini," Tuan Gerson bergumam. Ellen hanya tersenyum.

Satu jam perjalanan, kereta berhenti di setasiun pertama. Seorang penumpang turun. Terburu Tuan Gerson mendapati kursi bekas orang itu. Ia ingin mengamankannya untuk Ellen.

Tapi baru saja telunjuknya hendak memberi tanda ke arah Ellen agar mengikutinya, seorang perempuan muda berjalan sempoyongan naik ke atas kereta. Perempuan itu berperut buncit. Sedang hamil. Dan kehamilannya sepertinya sudah cukup tua.

Tuan Gerson ingin sekali berpura-pura tidak melihatnya. Matanya beralih ke arah Ellen yang berdiri terkantuk-kantuk. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Matanya kembali tertuju ke arah perempuan hamil yang berdiri tak jauh dari Ellen.

Tuan Gerson beranjak dari duduknya. Ia mendekati perempuan hamil itu seraya berkata, "Duduklah di sana, Nak. Kami lebih kuat dari bayi dalam perutmu itu."

Perempuan yang diajak bicara itu mengangguk. Ia mengucap terima kasih berkali-kali, lalu berjalan ke arah kursi yang ditinggalkan Tuan Gerson.

Saat kereta berhenti di setasiun kedua, Tuan Gerson menyentuh pundak Ellen.

"Kita turun di sini, sayang. Kita ikut kereta lain yang akan membawa pulang kembali ke desa."

Ellen menatap sejenak wajah suaminya. Wajah tua itu sudah kembali sumringah. Tentu saja Ellen sangat gembira melihatnya. Ia tahu, hati suaminya sudah balik ke posisi semula.

***

Malang, 19 Agustus 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun