"Ayo, kereta sudah mau berangkat" kataku.
Aku dan Amanda pun berlari menuju kereta yang sudah siap untuk berangkat. Peluit panjang pun terdengar saat aku dan Amanda memasuki gerbong tiga.
"Kita gerbong lima" kataku.
Amanda, perempuan bermata bening itu hanya terdiam. Padahal biasanya dia paling heboh diantara kami. maklum dia satu-satunya perempuan di angkatan kami yang ber-basic teknik.Â
"Kok bisa kamu datang telat begini" ocehku. Perempuan bermata bening hanya menatapku.
Di Jakarta kami tinggal satu rumah kontrakan yang memiliki banyak kamar. Amanda tinggal di kamarnya sendirian. Sementara aku dan para pria yang jumlahnya sembilan tinggal di tiga kamar. Masing-masing kamar dihuni tiga orang. Amanda yang kukira akan menjadi beban karena sifat manjanya, entah mengapa malah bermetamorfosis menjadi seorang wanita pekerja yang bisa diperhitungkan.Â
Hasil laporan magangnya mendapat nilai lebih baik dari kami. Dia sibuk dengan urusan pekerjaan dan jarang pulang ke kontrakan. Kesibukannya mengharuskan dia dinas luar kota menemani atasannya. Menjelaskan berbagai permasalahan yang ada di perusahaan serta solusi kedepannya. Amanda menjadi wanita dewasa yang menarik.Â
"Ndul" sapaku pada Amanda.
Entah mengapa jika berbicara dengannya seakan detak jantungku memiliki ritme yang tidak beraturan.Â
"Mas Angga mesti gitu, kenapa sih panggilnya gundul" protes Amanda.
"Lha aku harus panggil apa. Kan aku nggak tahu kamu gundul atau enggak, kamu nggak pernah lepas jilbab"