Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Agar Tak Jadi Netizen Julid

7 Juli 2019   23:55 Diperbarui: 8 Juli 2019   01:46 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berpikir sebelum berkomentar | Foto:okezone.com

Karena sudah ada banyak kasus netizen kena getahnya, kalau dari saya sendiri, berikut adalah beberapa hal yang biasanya saya lakukan agar tidak sampai berkomentar buruk di sosial media:

  • Bukan urusan lu!

Iya dong, kenal engga cuma tau muka doang tapi berlaku layaknya paling mengenal? Kerjaan lu kurang sampai harus mengurusi hidup orang lain?

  • Jadi penikmat berita saja

Jika sebuah berita yang muncul tidak ada kaitannya sama sekali dengan dirimu sendiri dan orang-orang terdekat, sebaiknya jadilah sebagai penikmat berita.

Akun Lambe Turah itu sejujurnya sangat nikmat untuk dikunjungi. Seperti ada yang kurang kalau sehari-hari belum stalking Lambe Turah. Beritanya update sekali. Ya sudah, kalau memang butuh berita untuk update hal-hal yang lagi ramai diperbicangkan di masyarakat, jadilah penikmat berita tanpa harus menyampaikan hal-hal yang sama sekali diluar dari kemampuanmu.

Mampu sih nyinyirnya, tapi ngga punya bukti dan sampai menyakiti, entar diciduk sama yang lu julidin, lu nangis. Tahan jari yaa, tahan. Kalau mau julid, ngomel sendiri aja di depan hp sampai puas.

  • Emang lu juga sempurna?

Sebagaimana netizen yang menghina fisik anak Ussy, sesempurna apa sih mereka? Coba deh, tanyain diri lu lagi, sesempurna apa lu sampai berani nunjuk seseorang buruk? Budayakan melihat diri sebelum menilai orang lain.

  • Bagaimana jika kata-kata itu ditujukan padamu?

Bagaimana jika kata-kata yang menyakitkan itu kembali pada diri sendiri dan ditujukan oleh orang yang tidak dikenal kepada diri kita?

Apa yang kira-kira akan dilakukan?

Memaafkan? Ya mungkin. Tidak peduli? Jika bisa, ya bagus. Aurel contohnya. Kurang bully apa lagi dia sama netizen dengan tuduhan dandannya mirip tante-tante diumur yang masih belia. Nah sekarang? Banyak juga kan perempuan-perempuan yang terinspirasi dengan cara berdandannya yang dipelajari lewat Youtubenya? 

Sayangnya, bagi sebagian orang, bully mungkin tidak bisa diterima dan bisa jadi menimbulkan rasa marah. Mungkin diri kita pun akan marah jika bahasa yang kita lontarkan dengan sangat enteng kepada orang lain itu ditujukan pada kita.

Akan sangat baik, jika sebelum berbicara, bahasa tersebut diucapkan pada diri sendiri. Jika diri sendiri saja tak nyaman mendengarnya, kemungkinan orang yang akan menerima ucapan tersebutpun akan merasakan hal yang sama. Daripada menyakiti hati orang yang tak dikenali dan tanganmu pun tak kuasa untuk tidak meninggalkan jejak di postingan tersebut, maka tinggalkan lah bahasa baik, bahasa santun, bahasa mendoakan. Karena setiap ucapan yang kita keluarkan akan kembali kepada diri sendiri bukan?

  • Setelah menghina, lalu apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun