Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru Melambung Pujian, Kemerdekaan dan Kesejahteraannya Melempem

26 November 2019   08:03 Diperbarui: 26 November 2019   17:44 3934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ir. Soekarno, Bapak Proklamator RI, sangat peduli dengan dunia pengajaran. Foto: Berdikari Online

Soedirman belajar selama satu tahun di Kweekschool (sekolah guru) yang dikelola oleh Muhammadiyah di Surakarta, tetapi berhenti karena kekurangan biaya. Pada 1936, ia kembali ke Cilacap untuk mengajar di sebuah sekolah dasar Muhammadiyah, setelah dilatih oleh guru-gurunya di Wirotomo.

Tahukah Anda, penghormatan kepada guru tak terbatas kepada para guru yang kini masih berdiri di depan jelas. Apa buktinya?

Ya, setiap pelaksanaan ibadah shalat Jumat sering kali di beberapa masjid sang ustaz mengajak jemaah membacakan surat Fatiha ditujukan kepada para orang tua, tokoh masyarakat yang membantu pembangunan masjid termasuk kepada para guru yang wafat karena telah mendidik kita sejak kecil.

Jadi, kita sangat dianjurkan mendoakan guru itu tak sebatas mengheningkan cipta pada saat peringatan hari guru. Setiap jumat dibacakan doa dan hingga kini berlanjut terus.

**

M. Quraish Shihab dalam Sirah Nabi Muhammad Saw menyoroti soal guru ini. Ia melukiskan bahwa pada masa sebelum kelahiran Muhammad, masyarakat Arab masa lalu sangat mahir menggunakan bahasa mereka dengan tepat dan baik, bahkan tidak jarang di antara mereka ada yang menggunakan kalimat-kalimat bersajak atau syair-syair secara spontan, dan ini dinamakan al-Mu'alaqat dalam arti yang sangat istimewa.

Syair-syair berfungsi, antara lain sebagai media yang dapat memuji seseorang atau melecehkannya, karena syair yang indah segera menyebar ke mana-mana, serupa dengan fungsi koran/majalah dan televisi seperti saat ini.

Di sisi lain, karena umumnya mereka tidak pandai membaca dan menulis, maka mereka sangat mengandalkan hafalan. Kemampuan mereka sangat mengagumkan, dan ini berperan besar dalam memelihara keontetikan ayat-ayat Alquran.

Realitasnya, memang, masyarakat Arab memiliki kemampuan menghafal yang berlanjut hingga kini, khususnya di pedesaan.

Apakah ini dibiarkan terus masyarakat mengandalkan kemampuan dan kehebatannya pada hafalan. Tentu hal itu harus diubah.

Nah, setelah perang Badar, keadaan itu diubah. Masyarakat muslim secara bertahap diberikan pembelajaran baca dan tulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun