Juga peristiwa Nabi Nuh a.s turun dari perahu penyelamat bersama umatnya yang beriman, terhindar dari bah dan topan dahsyat. Dan, juga Nabi Yusuf a.s dibebaskan dari penjara Mesir ketika dituduh Zulaiha hendak memperkosanya. Nabi Ya'qub a.s sembuh dari penyakit mata, Nabi Yunus a.s keluar dari perut ikan, Nabi Sulaiman a.s memperoleh istana indah hingga Nabi Daud a.s disucikan dari dosa.
Terakhir Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya mendapatkan anugrah dan kewaspadaan dalam menetapi hidayah Alquran.
Bila menelaah peristiwa-peristiwa tersebut, para nabi memperoleh anugrah dari Allah. Maka, boleh jadi 10 Muharam oleh umat Islam dimaknai sebagai hari kemenangan bagi para nabi. Dan mengingat demikian pentingnya peristiwa pada 10 Muharam itu, umat Islam disunahkan atau diutamakan untuk menjalankan ibadah puasa dan memperbanyak tafakur serta ibadah lainnya.
Sejatinya bulan Muharam adalah salah satu dari Asyhurul hurum (bulan-bulan  haram) yang dimuliakan Islam. Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu (at-Taubah [9]: 36.
Empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) bulan Dzulqai'dah, (2) Dzulhijjah, (3) Muharram, (4) Rajab. Disebut bulan Haram karena pada bulan dilarang melakukan: peperangan dan perbuatan haram.
Nah, bagaiman dengan puasa di bulan haram ?
Kisahya begini. Seperti diriwayatkan Ibnu Abbas, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau menyaksikan kaum Yahudi berpuasa Asyura (10 Muharram). Lalu, beliau bertanya; "Hari apakah ini sampai kalian berpuasa?" Mereka menjawab, ini adalah hari yang agung. Saat itu, Allah menyelamatkan Nabi Musa a.s dan kaumnya, Allah menenggelamkan Fir'aun, lalu Nabi Musa berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah, dan kami pun berpuasa."
Kemudian Rasulullah berkata: "Kami lebih berhak dan lebih utama kepada Musa daripada kalian." Lalu, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. (HR. Bukhari, 3727, Muslim, 2714).
Lantas, bagaimana lebaran anak yatim yang dimaksud mertua dari cerita di atas?
Dengan suara perlahan, sang mertua menyebut bahwa yang dimaksud yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya ketika anak bersangkutan belum mencapai usia balig. Anak tersebut, dalam Islam, memang punya kedudukan tersendiri karena Rasulullah demikian besar perhatiannya.