Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

BPJS Kesehatan: Sepenuh Hati Mengelola Kebajikan

21 Desember 2018   23:13 Diperbarui: 21 Desember 2018   23:54 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: twitter BPJSKesehatanRI

Sebagian masyarakat kurang mampu merasa "keberatan" atas iuran bulanan sekaligus "tidak yakin" jika nanti sakit bisa benar-benar berobat "gratis". Sementara, sebagian masyarakat menengah ke atas merasa tidak memerlukannya BPJS karena yakin mampu membayar sendiri biaya pengobatannya.  

Tak bisa dimungkiri banyak orang kaya merasa tidak memerlukan layanan BPJS. Mereka mampu membayar biaya pengobatan ke dokter pribadi atau perawatan di rumah sakit elite. Belum lagi karena mereka menjadi peserta beragam asuransi--asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, dan sebagainya. Artinya, tidak ada urgensi untuk menjadi peserta BPJS.  

Ada juga masyarakat yang antipati dengan layanan BPJS. Saya sih males pakai BPJS, nggak sabar kalau harus ngantri. Belum ribetnya. Mending langsung ke dokter langganan atau ke RS yang tidak dipenuhi antrean peserta BPJS. Demikian salah satu komentar negatif yang pernah saya dengar. Banyak juga komentar miring yang menyangsikan kemaslahatan BPJS.

Namun, di lingkungan tempat tinggal saya ada seorang aktivis masyarakat dan gereja--panggil saja Pak Budiman--yang berupaya keras menepis apatisme dan komentar negatif dari masyarakat di sekitarnya. Beliau melakukannya tanpa tendensi apa pun karena beliau bukan pegawai BPJS ataupun orang pemerintah. Bahkan sebagai orang yang tergolong kaya beliau jelas tidak mengejar layanan "gratis" dari program BPJS Kesehatan.

Pak Budiman bersemangat mengkampanyekan pentingnya menjadi peserta program BPJS. Dengan tekun dan sabar beliau mengajak--dan jika perlu menyadarkan--orang-orang di sekitarnya untuk menjadi peserta BPJS. Harus diakui pada awalnya kesadaran masyarakat relatif masih kurang.  

Ke mana pun pergi Pak Budiman tak lupa membawa blanko keanggotaan BPJS. Bukan itu saja! Dalam berbagai pertemuan kelompok atau saat ngobrol dengan siapa pun, beliau tak lupa menyinggung perihal BPJS. Bahkan karena terlalu sering mendengar "kampanye"-nya, saya pun jadi jengah hingga mulai mengurus kartu keanggotaan saya.

Ada tiga hal dari "kampanye" Pak Budiman yang selalu saya ingat, yang mungkin juga membuat banyak orang merasa tergerak dan menyadari makna terdalam menjadi peserta program BPJS Kesehatan.

Pertama, menjadi peserta BPJS bukan berarti kita berharap kalau sakit bisa berobat "gratis".  Menurut Pak Budiman, sebaliknya kita harus senantiasa menjaga kesehatan seraya berdoa agar meskipun memiliki kartu BPJS kita selalu dianugerahi kesehatan. Dengan demikian, iuran rutin yang kita setor setiap bulan dapat berguna bagi orang lain yang "kebetulan" tertimpa sakit.

Kedua, bagi orang berada yang tidak memerlukan pengobatan "gratis", kesertaan dalam program BPJS dapat menjadi alat untuk menolong orang lain. Dengan menjadi peserta aktif yang taat membayar iuran, apalagi dengan nomimal terbesar (Kelas I) akan semakin banyak orang sakit yang dapat ditolong. Menurut Pak Budiman, iuran bulanan yang bagi orang kaya nilainya tidak seberapa sangat berguna bagi yang kurang mampu.  

Ketiga, salah satu cara terbaik (dan terbaru) untuk menolong mereka yang kurang mampu (apalagi saat sakit) adalah dengan membantunya mengurus keanggotaan BPJS-nya dan selanjutnya membayarkan iuran bulanannya. Pertolongan demikian manfaatnya jauh lebih besar serta memiliki jangka waktu lebih panjang. Karena itulah Pak Budiman yang kebetulan menjadi pengurus di RT/RW dan Wilayah (gereja) senantiasa turut membantu pengurusan BPJS untuk keluarga kurang mampu.           

"Kampanye" Pak Budiman tidak sia-sia. Semakin banyak orang yang antusias mendaftar program BPJS. Tak sedikit pula yang tergerak menjadi peserta program JKN-KIS dengan dilandasi motif kemanusiaan demi menolong orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun