Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Praktek KKN, Obrolan Singkat Cantrik dan Limbuk

12 Mei 2020   02:13 Diperbarui: 12 Mei 2020   02:32 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hai, apa kabar pemerintahan kita hari ini? Baik-baik sajakah keadaannya? Mungkin. Seri ini hanya mengulang 22 tahun yang lalu. 

Mengulang? Lebih tepatnya mengenang. Ya, mungkin hanya mengenang saja. 12 Mei 1998 saat rakyat memegang daulat dari kehendak yang tertindas hebat oleh para pemegang kekuasaan yang merasa masih merasa perkasa dan kuat.

Ini hanyalah sekedar panggung obrolan ala wedangan, antara Pakdhe Cantrik dan Mbakyu Limbuk, di waktu sore menjelang malam. Bersama limpung, blanggreng, tempe gembus, juga tahu bacem yang disurung oleh kekuatan teh ginasthel, legi panas tur kenthel, di seduh dalam dua cangkir blirik menawan.

Parameternya tahun 1998 aja yha guys. Kalo kita bicara tentang korupsi dan kolusi ibarat anak kembar yang kelahirannya entah sejak kapan. Mungkin jauh hari sebelum jaman kolonial Belanda berkuasa di Indonesia, duo penyimpangan sosial ini telah lahir. 

"Lihat sejenak saat sejarah menggulirkan kekuatan yang mencuat dari ketakutan terhadap penindasan hak bebas bersuara, bertindak, bahkan berkehendak, yang terakumulasi," kata Pak Dhe Cantrik mengawali diskusi.

"Di sisi lain mari kita akui pada dasarnya mantan Presiden Soeharto yang terhormat beserta rekan yang pernah disebut kroni, telah sukses mendirikan kerajaan dan surga bagi para penikmat budaya nepotisme yang rasa-rasanya telah mengakar kuat melebihi idealisme primordial yang coba ditanamkan para leluhur bangsa pertiwi ini berabad silam," ujar Mbakyu Limbuk tak mau kalah berorasi.

"Nepotisme yang hingga detik ini mau tak mau kita akui malah bermutasi, menjadi darah dan daging dalam urat nadi kehidupan bangsa yang pada dasarnya terakreditasi mempunyai budaya adi luhung,"timpal Limbuk.

"Budaya kan bergeser, Mbuk," lanjut Pak Dhe Cantrik tak lupa nyewol tahu bacem yang manis.

"Baiklah. Lha wong saya yha cuma berasumsi saja. Nha kalau sama-sama bergeser kok kualitas budayanya malah jadi turun derajat? Sungguh inikah identitas masyarakat negri kolam susu ini? Masyarakat? Lhah, termasuk saya dong." 

"Ya iyhalah."

"Lha dalah, pahit."

Ngobrol ringan beralih dengan bertanya, apa kabarnya denganmu korupsi? 

"KPK kita seperti tak bernyawa lagi. Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin hari telah ditaburi bunga dengan pesan apakah ia telah mati suri. Ya, tapi duit rakyat kan investasi."

"Lhoh, kok investasi to, Pak Dhe?"

"Ya, investasi bagi pemuja citra diri. Bansos murni mengusung kepentingan sosial atau untuk titip salam politik di dalamnya? 

"Coba lirik Bansos 600 k untuk tiga bulan ditujukan buat siapa, hon? Buat mereka yang terdeteksi butuh inseminasi. Syaratnya, hanya bagi yang terdeteksi. Yang tak terdeteksi ya, maaf, harus gigit jari.

"Trusan, ayo, obrolan diterusin ke arah kolusi. Ga usah koar-koar masalah ini, mari bincang santai aja soal jurus politisi yang satu ini. Jurus Ular Menggigit Beruang  masih banyak dipraktekkan di negri +62 yang berflower ini.

"Meski ada payung hukum bagi semua tindak KKN, ya UU No. 28 tahun 1999, tapi apakah payung tersebut sudah betul-betul dipakai, atau hanya seonggok instrumen yang ditumpuk demi terciptanya rasa ayem rakyat?" tanya Pak Dhe Cantrik sembari nyruput wedang teh jahe dari cangkir bliriknya.

"Sebentar, kok saya jadi ingat sila ke-5 Pancasila yang waktu SD dulu harus saya hafalkan. 'Suatu saat pasti berguna,' kata guru saya.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,"

Penulis yang sedari tadi memperhatikan perbincangan santai makin merapat. "Sebetulnya hati ini ingin nulis yang ideal, tapi fakta di lapangan lebih menunjukkan kalo program kartu pra kerja yang sempat ditawarkan pun tak menjadi solusi yang menyelamatkan. Bibir-bibir ndower netijen bilang, tenaga kerja butuhnya kerjaan biar dapet duit, bukan kursus-kursus insentif. Ah, bagaimana dengan fakta ini? Ya harus saya akui juga kan? " penulis ternyata ikutan nimbrung.

"Lhoh Mbak penulis, njenengan nulis ajha jangan beropini. Sudah nulis ajha," perintah Pak Dhe Cantrik. Penulis nyruput wedang Mbakyu Limbuk lalu mblirit, menjauh dari panggung.

Lalu Mbakyu Limbuk mengalihkan perbincangan,"Dua puluh dua tahun yang silam dibawah kibaran sang saka merah putih dan bendera senatoris kampus aku ikut turun ke jalan bersama, salah satunya agar ideologi ini sungguh terjadi di dunia nyata.  Ah, ternyata semua imaji itu masih menjadi pertanyaan dalam benakku. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kapan yha?"

"Kalau saya mau berdalih, yha keadilan sempurna memang milik Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa. Tapi bagi para Ndoro yang setiap hari berkantor di Gedung Rakyat, bukankah panjenengan adalah perpanjangan tangan Tuhan buat negri ini. Punya kesempatan yang jauh lebih banyak untuk merubah keadaan? 

"Seolah-olah syarat ke-5 agar kita benar-benar menjadi satu kesatuan yang utuh belum juga tersentuh. Saya sadar, revolusi mental harus kita kibarkan dalam dada kita bangsa yang berlambang Garuda. Tapi dugi ndonyane, idealisme itu hanyalah doktrin idealis yang lebih mirip asesoris untuk mempermanis bangsa agar kita tetap dianggap bisa hidup secara harmonis," ujar Pak Dhe yang beringsut pergi berkalung sarung.

"Ke mana Pak Dhe?"

"Pos Ronda. Seusai ada kebijakan narapidana dilepas gegara musim korona, tindak kriminalitas makin meninggi. Lha ini kampung-kampung di Solo sudah dikasih pager besi di tiap portalnya. Wes, malah kayak kejadian Mei 98 dulu, jhe. Pamit rumiyin nggih,"

Maka demikianlah. Rekonsiliasi ini saya hiasi kembali dengan pengakuan, bahwa ternyata perjuangan kita selama 22 tahun belum menjelma jadi nyata. Sampai level di manakah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia saat ini? 

Monggo, sila didhudhahi, dijawab sendiri. Lha saya hanya sekedar menulis.... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun