Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

PR Sang Begawan Ekonomi Syariah

7 Juli 2019   08:04 Diperbarui: 7 Juli 2019   12:42 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak ekonomi syariah diperkenalkan di Indonesia, melalui berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1991, sistem syariah telah mewarnai sistem keuangan Indonesia. Beberapa kalangan melihat positif sistem ekonomi syariah yang dinilai lebih resisten terhadap krisis ekonomi. Belum lagi potensi umat muslim yang sangat besar dan tumbuhnya kesadaran beragama di kalangan menengah, lembaga keuangan syariah menatap asa dengan optimis. 

Awal tahun 2000-an saat menjamurnya bank syariah, optimisme pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia seolah menjadi nyata. Pendek kata, di atas kertas masa depan ekonomi syariah Indonesia sangat cerah.

Sayangnya, kenyataan justru menunjukkan hal yang tidak terlalu menggembirakan. Jika dinilai dari tolok ukur kinerja bank syariah, pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia kalah jauh dibandingkan ekonomi konvensional. Misalkan dinilai dari ROA ( Return of Asset) bank syariah di akhir Desember 2018 hanya 1,28%, nilai itu jauh di bawah kinerja bank konvensional yang mencapai dua kali lipatnya di angka 2,55%. Itu bukan kali pertama terjadi, malah setiap tahunnya data statistik menunjukkan tren yang sama. Pertumbuhan ekonomi syariah selalu tertinggal dari ekonomi konvensional.

Bahkan kabar terkini, Muamalat yang terengah-engah menghadapi persaingan usaha mesti diselamatkan oleh putera Presiden ke-3 Indonesia, Ilham Habibie. Sekedar untuk dapat bertahan.

Kondisi ini tentu memprihatinkan, mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Umat yang sedemikian besarnya terjebak dalam ekonomi liberal kapitalis yang dibangun IMF dan USA sebagai lokomotif utamanya.

Sehingga ketika K.H Ma'ruf Amin berpidato di hadapan para elit partai politik Indonesia mengungkapkan visi dan misinya untuk mengembangkan potensi ekonomi syariah, harapan agar ekonomi syariah tumbuh dengan selayaknya di negara berpenduduk muslim terbesar ini mekar kembali. Terlebih saat pengumuman KPU menunjukkan kemenangan pasangan Jokowi-Amin dalam pilpres 2019, harapan itu semakin terlihat nyata.

Namun demikian tantangan yang harus dihadapi ekonomi syariah sendiri tidaklah mudah. Tidak seperti lembaga keuangan konvensional yang bisa menjalankan usahanya dengan "gaya bebas" dan agresif, praktik ekonomi syariah diikat oleh berbagai batasan. Al-Qur'an dan hadits harus menjadi pedoman pelaksanannya. Ada hasil ijtihad ulama-ulama yang juga dibutuhkan sebagai dasar praktik ekonomi syariah.

Sementara itu teknologi dan bisnis merupakan dunia yang berkembang sangat cepat. Setiap detik berlalu selalu ada hal-hal baru. Fatwa para ulama sulit mengikuti percepatan tumbuhnya sistem ekonomi. Misalnya kehadiran Fintech dan uang digital, yang tiba-tiba saja hadir dalam kehidupan, belum mendapat respon. Atau kalau pun sudah ada, hasil ijtihadnya belum tersosialisasikan kepada masyarakat.

Itu baru kesulitan di tataran fatwa. Pada praktik keseharian pun masih ditemui kesulitan untuk menerapkan sistem ekonomi syariah. Seorang kawan yang bekerja di salah satu perusahaan leasing terbesar di Indonesia menceritakan kesulitannya saat menjadi pimpinan tenaga marketing.

"Pelanggannya non muslim, marketing dan surveyornya juga non muslim, akadnya bagaimana? Apalagi mereka tidak mengerti ekonomi syariah, dan tidak merasa mendapat keuntungan berarti jika menerapkan sistem syariah, selain uang muka yang ringan" kata kawan saya sambil tertawa.

"Belum lagi dalam praktik pelaksanaan. Karena barang yang mereka beli dari leasing diterapkan bagi hasil, maka barang tadi tidak boleh digunakan untuk kegiatan lain selain dari usaha yang ditetapkan saat akad. Kita nggak bisa ngawasin debitor tiap detik. Karena itu penerapannya menjadi mustahil" katanya melanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun