Rumah Djiaw Kie Song yang bersejarah itu masih ada sampai sekarang, hanya saja pada 1957, rumah itu dibongkar dan dibangun kembali sekitar 250-500 meter dari lokasi sebenarnya, karena untuk menghindari abrasi sungai. Semua bagian dari rumah tersebut adalah asli sama dengan saat Soekarno dan Mohammad Hatta bermalam di sana.
Sekarang, rumah itu dijadikan museum bersejarah, lengkap dengan dua kamar yang pernah dipakai Soekarno dan Mohammad Hatta, ranjang dan perabot lainnya masih asli. Salah satu cucu dari Djiaw Kie Song, Djiauw Kwin Moy atau Iin tinggal di bagian belakang rumah tersebut.
Sementara itu di Jakarta, para anggota badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia sedang kebingungan mencari Soekarno, setelah ditanya ke sana-kemari, barulah mereka tahu bahwa ternyata Soekarno dan Mohammad Hatta sudah "diamankan" oleh para pemuda pejuang di Rengasdengklok.
Salah satu anggota Badan Persiapan Kemerdekaan itu, Achmad Subardjo, yang dekat dengan angkatan muda pejuang, dan angkatan tua pejuang, menjalankan tugasnya sebagai penghubung di antara kedua angkatan yang berbeda paham tentang cara memproklamasikan kemerdekaan Indonesia itu. Akhirnya, berhasil dicapai kata sepakat, untuk membawa kembali Soekarno dan Mohammad Hatta ke Jakarta, untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa kembali ke Jakarta, pada 16 Agustus 1945 malam.
Selain dekat dengan angkatan muda dan angkatan tua pejuang, Subardjo juga dekat dengan Laksamana Muda Tadashi Maeda, Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat. Maeda sangat bersimpatik besar dengan semangat kemerdekaan para pejuang itu. Berkat hubungan baik tersebut, dan pendekatan diplomatis angkatan tua yang dipimpin Soekarno, Laksamana Muda Maeda bersedia meminjamkan rumahnya untuk digunakan para pejuang mempersiapkan segala sesuatu tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Kolonel Nishimura dari Gunseikan berkeberatan dengan maksud para pejuang Indonesia yang hendak memproklamasikan kemerdekannya itu. Kepada Soekarno yang berunding dengannya, ia berkata, Gunseikan tidak bisa mengizinkan proklamasi itu dilakukan, karena Jepang sudah menyerah kepada sekutu, sehingga status Indonesia adalah status quo, yang harus diserahkan Jepang kepada sekutu ketika sekutu datang ke Indonesia. Tetapi, Soekarno tetap bersikeras proklamasi harus tetap dilakukan sesuai dengan rencana. Akhirnya Kolonel Nishimura pun membiarkannya, dental mengutus wakilnya, Miyoshi uituk mengawasi jalannya proses proklamasi itu di rumah Laksmana Muda Maeda.
Di rumah Maeda inilah, pada tanggal 17 Agustus 1945, Jumat Legi, sekitar pukul 3 dini hari hari, Â naskah Proklamasi dirumuskan bersama oleh Soekarno, Hatta, dan Soebardjo, disaksikan oleh Miyoshi, Soekarni, dan B.M Diah, seorang penyiar Radio Hosokyoku. Tokoh-tokoh lainnya menunggu di serambi depan rumah.
Kalimat pertama naskah Proklamasi berasal dari Soebardjo, dan kalimat terakhirnya berasal dari Mohammad Hatta, dan ditulis tangan oleh Soekarno, dan diketik oleh Sayuti Melik.
Saat mengetik naskah Proklamasi itu, Sayuti memperbaiki tulisan Soekarno, "tempoh" menjadi "tempo"; dan mengganti "17-8-05" menjadi "hari 17 boelan 8 tahoen '05; "wakil-wakil bangsa Indonesia" menjadi "atas nama bangsa Indonesia".
Tahun '05 ditulis berdasarkan kalender kekaisaran Jepang, bukan singkatan dari tahun 1945.
Sistem penanggalan ini sama dengan sistem penanggalan masehi, hanya lebih cepat 660 tahun. Angka ini didapat dari tahun Kaisar Jimmu naik tahta (660SM).