Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Problem Klasik Perekonomian Nasional

10 Juli 2019   12:39 Diperbarui: 10 Juli 2019   12:46 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung BI, sumber: Tribun Jateng - Tribunnews.com

Tapi itu adalah kisah dua dekade lalu pada zaman "pat gulipat siapa rapat dia dapat, siapa tak lekat hidupnya melarat!" Namun musim berlalu waktu pun berganti. Kini perekonomian Indonesia sudah jauh membaik. Kapitalisasi bursa saham adalah salah satu indikatornya. Perbankan juga semakin kuat, besar, sehat dan tentu saja semakin prudent dalam menjalankan roda bisnisnya. Kehadiran LPS, OJK dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) juga membantu stabilitas perekonomian nasional.

Selain itu para pemangku kebijakan perekomian Indonesia saat ini adalah orang-orang yang mempunyai kredibilitas, kapasitas, dan mau bekerja keras untuk memajukan perekonomian nasional. Ini adalah modal utama yang tidak dimiliki Indonesia pada era-era sebelumnya. Trust (kepercayaan) adalah fondasi utama perekonomian nasional.

Jadi secara fundamental, regim kebijakan perekonomian kita sudah di jalan yang benar. Terkait defisit neraca berjalan dan utang yang membesar, sama sekali tidak perlu dikhawatirkan karena masih dalam batas koridor yang diizinkan, walaupun tetap harus dikontrol secara bijaksana.

Memang banyak investasi asing yang masuk ke sektor keuangan, yang sifatnya plastis dan temporer. Akan tetapi setelah keputusan MK terkait Pilpres ini keluar, investasi asing yang masuk ke sektor riil diharapkan akan semakin besar.

Saat ini perekonomian dunia melemah, yang berimbas pula kepada Indonesia. Boikot beberapa negara Eropa terhadap CPO Indonesia juga menimbulkan masalah baru. Minyak sawit adalah produk ekspor penghasil devisa andalan Indonesia. Selain itu perkebunan sawit menghidupi jutaan pekerja dan keluarganya di Indonesia.

Selain itu BBM impor juga menguras devisa dan menyumbang defisit neraca berjalan. Lifting (produksi) minyak nasional kini berkisar 800 ribu barrel/hari, sementara kebutuhan nasional berkisar 1,5 juta barrel/hari. Setengah dari kebutuhan BBM nasional itu harus diimpor dengan dollar dan dijual ke masyarakat dalam denominasi rupiah yang sebagiannya malah juga harus disubsidi.

Untungnya pemerintah segera meluncurkan Biosolar B20 yang merupakan penggabungan antara solar (B0) sebanyak 80% dengan minyak kelapa sawit (B100) sebanyak 20%. Hal ini jelas mengurangi sedikit impor minyak solar. Ke depan, pemerintah berencana untuk terus meningkatkan kontribusi minyak kelapa sawit ini dalam pemakaian biosolar.

Namun demikian, harus ada gerakan nasional untuk mengurangi impor BBM ini, yang otomatis juga mengurangi defisit neraca berjalan. Mengurangi pemakaian listrik secara bijaksana dan menggunakan transportasi umum akan otomatis mengurangi konsumsi BBM nasional kita.

Sebaiknya kita memprioritaskan membeli produk lokal daripada produk impor. Kekecualian mungkin kalau produk impor tersebut tidak diproduksi di dalam negeri. Selain menghemat devisa, konsumsi produk lokal selalunya akan menaikkan daya saing produk lokal itu sendiri, mengurangi pengangguran dan menambah penghasilan pemerintah lewat pajak yang disetorkan perusahaan lokal dan konsumen pemakai produk tersebut.

Contoh misalnya bagi anda yang perokok. Membeli rokok buatan dalam negeri akan membantu penghidupan petani tembakau dan buruh tani. Juga membantu pekerja pabrik, tukang ojek, kedai makanan, dan ibu kos yang menggantungkan penghidupan mereka kepada buruh-buruh pabrik tersebut. Jangan lupa pendapatan negara dari cukai rokok dan pajak rokok sangat luar biasa besarnya.

Jalur distribusi rokok mulai dari distributor hingga pedagang rokok asongan di tepi jalan juga memberikan kontribusi bagi negara dan sekaligus juga mengurangi angka pengangguran nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun