Mohon tunggu...
ayi rusmadi
ayi rusmadi Mohon Tunggu... Human Resources - Educational Leader

jika ingin memperbaiki generasi perbaiki kualitas pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ujian Nasional Vs PISA

13 Desember 2019   13:32 Diperbarui: 14 Desember 2019   10:09 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini media berita Nasional seolah gandrung meliput berbagai aktifitas menteri-menteri baru Pak Presiden. Terutama sebagai praktisi persekolahan kami kerap mendapatkan informasi tentang kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mas Nadiem Makarim. Seolah ada istilah lawas di masyarakat bahwa ganti Menteri ganti kebijakan maka menjadikan kebijakan baru Pak Menteri dinanti dan dikritisi. Sebagai suatu produk kebijakan publik apapun hasil dan bentuknya di masyarakat selalu ada pro dan kontra. Dan hal itu adalah biasa selagi menumbuhkan iklim berdemokrasi untuk bebas berbeda pendapat dengan argumennya masing-masing.

Hingga saat ini Pendidikan di Indonesia masih dianggap tertinggal dari negara-negara lain. Hal ini seringkali dipersepsikan oleh pengambil kebijakan dengan mengambil hasil tes peserta didik dalam PISA (Program for International Students Assesment) yang merupakan tes internasional dan  diikuti negara-negara tergabung dalam OECD yang diadakan 3 tahun sekali.

Sejauh penulis mengikuti perubahan dan perkembangan kurikulum Nasional sejak 2004 (KBK), 2006 (KBK-KTSP), 2013 (KBK-Kurtilas) narasi nilai anak-anak Indonesia yang masih di peringkat bawah PISA menjadi pertimbangan sebuah produk kebijakan. Contoh yang teranyar adalah dikuatkannya gerakan budaya literasi dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi 2013 selain penguatan pendidikan karakter dikarenakan dalam hasil Tes PISA nilai literasi anak-anak Indonesia tertinggal bahkan menurun. 

Lalu bagaimana sebenarnya kualitas pendidikan di Indonesia? apakah alat ukurnya adalah hasil tes PISA? atau sebagai negara berdaulat kita memilki alat ukur sendiri yang sesuai dengan tujuan dan kondisi negara kita. Menurut hemat penulis seharusnya kita memiliki standar kualitas tersendiri sebagai alat ukur keberhasilan kita mendidik atau mengelola pendidikan. Dan disanalah peran terpenting dari pemerintah melalui kemendikbud sebagai amanah Undang-Undang. Kita sudah punya Sistem Akreditasi dalam mengukur kualitas Manajemen Pendidikan yang mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan.

Kita sudah punya sistem USBN dan UN untuk mengukur keberhasilan Peserta didik Kita dalam hasil pembelajaran. Selanjutnya kita tinggal mengevaluasi bagaimana kualitas pelaksanaanya dari segi standar soal, hasil hingga proses pembelajarannya dan tentu saja ujungnya kualitas Gurunya dalam proses pembelajaran. Lalu mengapa wacana yang berhembus adalah menghilangkan USBN dan UN alih-alih sebagai kemerdekaan belajar? bukankah dengan USBN dan UN sekolah bisa tetap bebas menentukan kelulusan peserta didiknya jika hal itu yang dimaksud sebagai kebebasan.

Ujian Nasional harusnya tidak dihapus bahkan hasil Ujian Nasional seharusnya dapat menjadi pembanding atas hasil tes PISA sebagai tolak ukur pembuatan kebijakan. Karena setelah mengembangkan Kurikulum melalui Standar SKL, ISI, Proses dan Penilaiannya hingga kualitas Gurunya dengan berbagai konsep dan pelatihan maka hasilnya kita ukur melalui alat ukur terstandar Nasional. Sehingga perubahan Kurikulum kita tidak jalan ditempat terkesan hanya gonta ganti istilah dengan mengambil dasar pijakan yang berulang atas nama tes standar internasional (PISA) tanpa punya basis evaluasi tes standar Nasional (UN).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun