Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ibu, Puisi yang Tak Pernah Habis

21 April 2019   06:18 Diperbarui: 21 April 2019   17:17 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau katakan embun pagi begitu sejuk. Tidak. Nasihat ibu lebih menyelusup di hatimu. Bahkan ia dapat memadamkan bara dalam dadamu

Kau bilang matahari pagi begitu hangat. Tidak. Pelukan ibu yang menghangatkan langkah-langkahmu. Bahkan pelukan itu menjadi benteng saat tubuhmu mengecil, karena hardik sang ayah

Kau cemas dengan kehidupanmu kini. Tidak. Itu tidak akan menyamai kecemasan ibumu, saat kau kecil menggigil demam. Bahkan kecemasan itu membuat ibumu ingin tumbuh sayap, menjemputmu, karena sore yang sudah menggelap kau belum berdiri di muka pintu

Kau bercerita tentang kapal-kapal, istana-istana, bahkan harta dengan angka-angka tak terkira. Tidak . Itu tidak dapat membayar saat kau dalam kandungan, air susu yang kau minum, juga doa-doa penuh pengharapan. Bahkan semua itu dapat tenggelam, kalau saja ada satu kata ketidakrelaan terucap dari bibir ibu

Kau sedang berpesta entah di mana, dan ruang ingatanmu tak ada nama ibu. Tidak. Ibu tak akan membencimu. Bahkan tubuh keriputnya, kalau kau tahu, di malam yang hening membanjiri tempat sujud dengan air matanya. Dan namamu selalu disebut dalam doa-doanya

Kau telah menulis puisi tentang ibu. Tidak. Bahkan seribu puisi pun tak cukup. Karena ibu adalah puisi yang tak pernah habis

Cilegon, 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun