Kau katakan embun pagi begitu sejuk. Tidak. Nasihat ibu lebih menyelusup di hatimu. Bahkan ia dapat memadamkan bara dalam dadamu
Kau bilang matahari pagi begitu hangat. Tidak. Pelukan ibu yang menghangatkan langkah-langkahmu. Bahkan pelukan itu menjadi benteng saat tubuhmu mengecil, karena hardik sang ayah
Kau cemas dengan kehidupanmu kini. Tidak. Itu tidak akan menyamai kecemasan ibumu, saat kau kecil menggigil demam. Bahkan kecemasan itu membuat ibumu ingin tumbuh sayap, menjemputmu, karena sore yang sudah menggelap kau belum berdiri di muka pintu
Kau bercerita tentang kapal-kapal, istana-istana, bahkan harta dengan angka-angka tak terkira. Tidak . Itu tidak dapat membayar saat kau dalam kandungan, air susu yang kau minum, juga doa-doa penuh pengharapan. Bahkan semua itu dapat tenggelam, kalau saja ada satu kata ketidakrelaan terucap dari bibir ibu
Kau sedang berpesta entah di mana, dan ruang ingatanmu tak ada nama ibu. Tidak. Ibu tak akan membencimu. Bahkan tubuh keriputnya, kalau kau tahu, di malam yang hening membanjiri tempat sujud dengan air matanya. Dan namamu selalu disebut dalam doa-doanya
Kau telah menulis puisi tentang ibu. Tidak. Bahkan seribu puisi pun tak cukup. Karena ibu adalah puisi yang tak pernah habis
Cilegon, 2019