Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Regenerasi Parpol Mandeg, Oligarki Tercipta

12 September 2019   07:09 Diperbarui: 12 September 2019   07:11 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aura yang menaungi sosok yang demikian tentu menguntungkan dirinya sehingga ia selalu berada pada posisi yang menguntungkan. Posisi yang demikian akhirnya digunakan oleh sosok itu untuk tetap menikmati kekuasaan.

Kedua, di kalangan masyarakat memang ada perasaan bila sesuatu sudah nyaman mengapa harus ada perubahan. Nah, selama ini di partai-partai yang elitnya itu-itu saja, bisa jadi elit Parpol, ketua umum; bisa menciptakan suasana yang nyaman. 

Sosok Megawati yang kuat, di mana selama ini di tubuh partainya tidak ada konflik internal seperti di partai yang lain, membuat kondisi partai itu menjadi tenang dari guncangan. Kondisi yang demikian dirasakan oleh kader dan anggota PDIP sehingga mereka tetap mempertahankan Megawati. 

Ada anggapan bila Mega tak terpilih maka partai itu rawan mengalami konflik yang berkepanjangan dan bisa menimbulkan perpecahan. Takut menghadapi 'bayang-bayang' yang demikian akhirnya mereka lebih memilih jalan 'selamat' dengan tetap mempertahankan Megawati. 

Pun demikian dalam PKB, mereka merasa selama partai itu dipimpin Cak Imin, kondisil partai relatif stabil. Meski ada guncangan kecil antara Cak Imin dengan elit yang lain namun cepat diselesaikan dan tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan.

Ketiga, selain faktor-faktor di luar nalar di atas; dengan atas nama demokrasi, elit-elit politik yang ada memang menciptakan sebuah kelanggengan dari kursi yang dikuasai. 

Untuk itu mereka merekaya kekuasaan yang dimiliki guna mempertahankan kekuasaan yang telah dimiliki. Untuk itu mereka saat berkuasa, selain menciptakan aturan yang menguntungkan dirinya juga menyingkirkan lawan-lawannya baik secara halus maupun secara kasar. Atas nama demokrasi, mereka tidak melakukan pembatasan masa periode kepemimpinan.  

Bisa jadi mereka menggunakan kalimat, "dapat dipilih kembali" untuk pasal soal jabatan ketua umum partai. Pun demikian, mereka atas nama rotasi kepengurusan bisa mengganti orang-orang yang tidak disukai. Mengganti sekretaris jenderal dengan orang lain bila orang lama dirasa tidak membuat nyaman ketua umum.

Rekayasa ini dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif sehingga seolah-olah berjalan normal dan dinamis. Rekayasa inilah yang membuat kekuasaan yang dimiliki menjadi lama, kuat, bahkan kejam. Di beberapa negara yang sudah maju dari kita seperti Rusia pun, kondisi yang demikian ada sehingga kekuasaan yang dimiliki Vladimir Putin demikian kuatnya.

Akibat dari keseluruhan paparan di atas maka membuat regenerasi kepemimpinan yang ada menjadi mandeg. Memang tidak ada jaminan pergantian kepemimpinan membuat kondisi yang ada menjadi bagus namun perlu diingat bahwa semakin lama seseorang memegang kekuasaan, akan membuat sistem di lingkup itu akan menjadi oligarkhi bahkan monarkhi. 

Kekuasaan yang ada tidak lagi didasarkan pada aspirasi rakyat namun karena kemauan elit politik. Sebab rakyat (anggota) sendiri yang mendukung dirinya maka membuat kemauan kekuasaan yang ada selalu diiyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun