Sedangkan di sebelah kanan dan kiri lambang, tampak gambar dua singa yang berdiri saling berhadapan. Itu adalah juga simbol Kerajaan Belanda. Pada saat lambang Gemeente Bandung disahkan, Ratu Wilhelmina (1890-1948) sedang menduduki tahta kerajaan.
Di bawah lambang, tertulis semboyan, Ex Undo Sol. Maka banyak orang yang menduga, gambar singa pada lambang itu adalah gambar singa betina. Bukan singa jantan.
Kenapa dalam lambang itu tidak ada simbol Gunung Tangkubanperahu berbentuk  trapesium atau perahu terbalik? Bukankah dalam legenda rakyat Sunda yang amat populer, Gunung Tangkubanperahu dan Sungai Citarum, punya hubungan mitologis yang erat?Â
Yah, sebabnya karena orang Belanda penguasa Gemeente Bandung pada saat itu adalah pecinta pengetahuan. Mereka lebih banyak menggunakan data  geologis sebagai cara pendekatan ilmiah rasional dalam merancang lambang kota dari pada menggunakan pendekatan mitologis. Â
Hasil penelitian ahli-ahli geologi, menunjukkan bahwa Gunung Tangkubanperahu adalah anak Gunung Sunda yang usianya jauh lebih muda. Data geologi pun menyebutkan tinggi Gunung Tangkubanperahu, hanya 2.089 meter, sedangkan Gunung Sunda sebelum meletus, diperkirakan tingginya sekitar 3000 meter.
Jadi, ketika Gunung Sunda meletus, hampir sepertiga puncaknya terpotong dan berhamburan mengisi lembah di sekitarnya termasuk mengisi Cekungan Bandung di lereng selatan Gunung Sunda.
Setelah terjadi letusan Gunung Sunda, muncul anak Gunung Sunda, yang kemudian dikenal dengan nama Gunung Tangkubanperahu. Memang  nama Gunung Tangkubanperahu lebih populer dari nama Gunung Sunda yang telah almarhum, karenanya mudah di lupakan orang.
Tetapi tidak dilupakan ahli geologi dan ilmuwan Belanda perancang lambang Gemeente Bandung tahun 1906. Dengan demikian lambang Gemeente Bandung  pada jaman Belanda itu lebih kronologis, utuh,  dan logis dalam melukiskan sejarah geologi Bandung pada zaman prehitori.Â
Namun demikian, unsur mitologis pun tidak diabaikan. Apakah pesan mitologis yang hendak disampaikan secara simbolik pada lambang Gemeente Bandung tahun 1906? Sebelum agama Hindu dan Buddha masuk ke Jawa, orang-orang Sunda sebagaimana orang Jawa sudah memiliki sistim kepercayaan yang menganggap gunung sebagai asas ayah dan sungai sebagai asas ibu.
Dari hubungan persanggamaan gunung dan sungai, lahirlah anak-anak alam semesta di kaki gunung, di sepanjang daerah aliran sungai dan di muara sungai. Hampir semua mineral penting bagi kehidupan dengan mudah ditemukan di sekitar kaki gunung berapi, mulai dari belerang, batu mulia, batu api, batu akik, bahkan besi, tembaga, timah,emas, perak, batu bara, dan lainnya lagi.
Semua benda-benda tambang yang berguna untuk membangun peradaban manusia, dalam kepercayaan lama dianggap sebagai buah persanggamaan antara penguasa gunung dengan penguasa sungai.