Mohon tunggu...
Ami Abeb
Ami Abeb Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Anak Rantau

Nulisnya nunggu mood.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Rose RTC] S.O.S

15 September 2016   06:31 Diperbarui: 15 September 2016   06:43 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: thespring.info

Mungkin di tempat tinggalmu, September menghadirkan keromantisannya dengan rintik hujan, daun-daun kemerahan yang berguguran, atau angin sepoi hangat dan lembut memeluk wajah. Tapi tidak dengan tempat tinggalku saat itu.

Negeri yang hanya memiliki dua musim ini - walau panas yang lebih mendominasinya - tak usah kau harapkan sebuah keromantisan di sana. Suhu panas yang kadang mencapai 50 derajat celcius takkan memberimu nafsu untuk melangkah ke luar rumah selangkahpun. Angin panas siap menampar wajahmu begitu kau buka pintu rumahmu. Belum lagi ketika badai gurun datang, mobil yang kau parkir di luar garasi bisa-bisa berubah abu-abu sebab bermandikan debu. Daun-daun selalu ada tiap sore berserakan memenuhi halaman rumah, siap untuk dibersihkan meski besok pemandangan serupa akan kau temui lagi. Di malam haripun, udara masih saja panas. Sangat cukup untuk mengeringkan semua jemuranmu dalam waktu 30 menit.

Tapi September benar-benar punya cara sendiri menyajikan sebuah keromantisan.

Pernahkah kau menulis kata-kata di kaca yang berembun dengan jarimu? Aku menjumpai hal serupa September beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi di tempat yang amat sangat jarang turun hujan, aku menemukannya di kaca mobilku yang penuh debu siang itu, di muka sebuah masjid setelah aku menunaikan salat Jumat.

SOS

Kutengok kanan kiri, mencari siapa yang menulisnya. Entah ini hanya iseng atau benar-benar seseorang minta tolong. Kulihat seorang anak perempuan - mungkin berumur 10 tahun - duduk bersandar di belakang mobilku sambil menangis.

"Isyfi habibty*) ?" Sapaku lembut.

Mata bulat indah miliknya masih mengucurkan airmata. Lucu sekali.

"Aku mau pulaang.."

Aku terkejut mendengarnya berbahasa Indonesia. Wajahnya benar-benar seperti anak sini.

"Kamu dari mana? Sama siapa? Yuk kakak antar."

Aku menggandengnya ke dalam mobil. Mungkin dia tersesat terpisah dari orang tuanya yang sedang berkunjung kemari. Aku menanyainya berkali-kali kenapa dia bisa hilang, dari mana asalnya, dia hanya diam dan menggeleng. Kuajak dia keliling sekitar komplek perhotelan di situ. Benar saja, begitu melewati sebuah hotel, dia berteriak.

"Di sinii...!"

Begitu mobilku berhenti. Cepat-cepat dia turun dari mobil berlari ke dalam hotel. Aku hanya menggeleng dan tersenyum. Mungkin dia takut dan malu, pikirku.

***
Beberapa tahun setelah itu, di kotamu, masih di bulan yang sama.

Hujan turun dengan derasnya. Membuat kaca mobilku berembun sehingga aku sibuk mengelap kaca depan di setiap lampu merah. Tiba-tiba saja kulihat samar sebuah jari menuliskan beberapa huruf di jendela samping.

SOS

Kulihat sosok perempuan berlari setelah menuliskan huruf itu di jendela mobilku. Kutancap gas untuk mengejarnya. Malangnya, tanpa sengaja aku menyerempetnya sedikit. Dan tak kusangka dia terjatuh kemudian pingsan. Aku panik, cepat-cepat aku turun kemudian membawanya ke rumah sakit. Aku duduk di sampingnya menunggu dia siuman. Dokter mengabarkan bahwa dia hanya sedikit retak di bagian kakinya dan akan segera pulih dalam beberapa hari.

Aku memandangi lekuk wajahnya. Perasaan dejavu menyelimutiku. Entah di mana aku pernah melihat wajah ini. Tiba-tiba dia membuka matanya pelan-pelan. Dan mata bulat indah itu membuatku mengingat kejadian September beberapa tahun lalu.

"Aku dimana.." Tanyanya lirih, kemudian terkejut saat mendapatiku di hadapannya.

"Kenapa aku selalu menemukanmu?" Tanyaku.

Pandangannya merunduk, malu. Gadis 10 tahun itu kini berubah menjadi remaja berparas bidadari.

"Aku juga tak mengerti." Jawabnya.

"Kenapa selalu S.O.S?" Tanyaku lagi.

"Karena aku selalu butuh pertolongan."

"Apakah hanya ada aku?"

"Tidak, tapi entah mengapa selalu kau yang ada."

"Mungkinkah aku takdirmu?"

Dia terdiam. Pipinya merona indah seperti aurora.

"Maafkan untuk sedikit luka yang kuberi." Kataku pelan. Kembali mata bulat indahnya seakan menarik diriku seperti magnet. Membuatku tak ingin beranjak.

"Tak apa, terkadang luka memberikan pertolongan sebelum obat tiba." Jawabnya, kemudian tersenyum.

"Save Our Souls?" Tanyaku sambil membalas senyumnya.

"But Sweet On September.”

Mekah, 15 September 2016

*) : Ada apa, Sayang?

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti event Romansa September.

RTC
RTC

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun