Sesaat setelah siswa diliburkan, giliran guru sibuk mencari pola pembelajaran online. Banyak guru yang hanya memberi tugas (PR) untuk siswa dan dikumpul pada saat turun sekolah. Siswa hanya membaca, tanpa ada penjelasan atau pun tanya jawab. Kalaupun menggunakan internet, paling hanya info lewat WhatsApp, sebagai tanda online.
Guru yang tidak terbiasa dengan pembelajaran dalam jaringan, tentu saja ini akan kebingungan. Guru seperti ini benar-benar merasa seperti libur belajar, karena selama ini, pembelajaran di kelas banyak yang bersifat konvensional, dan berpusat pada guru. Guru juga merasa puas dengan menggunakan metode yang selama ini dijalankan, tanpa mencoba untuk mengembangkan metode yang saat ini berkembang.
Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat juga membuat guru merasa kesulitan beradaptasi, sehingga malas untuk belajar.
Amalis Styaningrum dan Mila Krismawati Paseleng, pernah meneliti hambatan guru dalam pengintegrasian TIK di sebuah SMP di Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Keduanya meneliti sarana dan prasarana sekolah, fasilitas teknologi pribadi guru, kemampuan guru menggunakan fasilitas, serta penerapannya dalam pembelajaran.Â
Guru di sekolah tersebut 86% memiliki laptop tetapi tidak semua menggunakannya untuk pembelajaran. 47% memiliki HP dengan fitur canggih, tetapi hanya 9,5% yang menggunakannya untuk pembelajaran. 57% memiliki internet di rumah, dan 43% memilih buku sebagai media pembelajaran. Hanya 14% guru yang memanfaatkan aplikasi pendidikan dalam pembelajaran.
Apa yang terjadi di sekolah tempat penelitian di atas, juga merepresentasikan sekolah-sekolah di Indonesia pada umumnya. Fasilitas, kemampuan guru, keterbatasan waktu, serta faktor umur guru adalah beberapa hal yang saling berpengaruh dan berdampak pada kemampuan guru untuk menggunakan teknologi.Â
Fasilitas pribadi guru yang tidak memadai tentu akan menghambat peningkatan kemampuan menguasai teknologi untuk pendidikan. Meski dana sertifikasi telah digelontorkan, tapi kenyataannya banyak guru memanfaatkannya untuk keperluan lain.Â
Faktor umur membuat guru tidak memiliki motivasi untuk menggunakan dan mempelajari teknologi yang berkembang. Keterbatasan waktu juga akan menghambat guru dalam mengintegrasikan teknologi.
Untuk  itu, sudah saatnya sekolah-sekolah melakukan pendampingan maupun pelatihan yang tidak hanya sekadar menjalankan proyek ataupun program, tetapi benar-benar bisa meningkatkan kemampuan guru secara mumpuni.Â
Kepala sekolah juga harus berpikir visoner sehingga mampu membawa sekolah sanggup menghadapi situasi global, yang bisa datang dengan tiba-tiba, seperti situasi hari ini.