Permohonan uji material terhadap sejumlah pasal kesusilaan dalam KUHP yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai moral, agama dan konstitusi di Indonesia, ternyata menuai kebencian. Hal ini terlihat dari sebuah akun Twitter milik pribadi yang menumpahkan kekesalannya secara bertubi-tubi saat dan sesudah sidang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/08) yang lalu.
Akun @kuchuls milik seseorang bernama Ursula Florene tidak tanggung-tanggung mencela para pendukung uji material. Dalam tweet-nya, akun ini mengatakan:
“I scratched my hand because I’m too stressed by all these stupidities. I literally wanna punch everybody that shouted Allahuakbar.”
Ekspresi kemarahan ini menuai keprihatinan. Rita Soebagio, salah seorang pemohon judicial review, tidak habis pikir mengapa ada yang memendam kebencian seperti itu. “Ini bukti bahwa ada individu-individu yang tidak suka terhadap simbol-simbol keagamaan tertentu,” ungkapnya.
Menurut Rita, kebencian terhadap takbir jelas tidak beralasan. “Dalam Islam, ungkapan kegembiraan dalam bentuk takbir, rasa syukur dengan ucapan tahmid dan sebagainya itu adalah hal yang biasa. Maka ketika ada individu yang menganggapnya secara tidak biasa, ini bisa disimpulkan sebagai sebuah sikap kebencian,” ujarnya lagi.
Akmal, yang juga aktif di media sosial yang sama, mengaku telah melihat profil akun tersebut. “Saya ingat, dalam profilnya, ia menyebut dirinya sebagai ‘journalist by day’. Jika jurnalis sudah dipenuhi kebencian sedemikian rupa, apa berita yang ditulisnya akan berimbang? Saya rasa fenomena ini memperjernih cara kita memahami media massa saat ini,” ungkap Kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI) ini.
Feizal Syahmenan, SH., MH., Ketua Tim Advokasi untuk Indonesia Beradab yang menjadi kuasa hukum dari tim pemohon, menyampaikan harapannya agar tidak ada pihak yang melakukan provokasi.
“Kita semua menginginkan Indonesia yang lebih beradab, sesuai Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, kami menempuh jalur hukum yang dibenarkan oleh hukum di negeri ini,” ujarnya singkat.