Ternyata, pasca-lengsernya, tingkah-polah DPR masa itu memang mirip taman kanak-kanak dengan nyaris adu pukul dalam sebuah sidang paripurna. Akan tetapi pada Minggu, 31/10/2004, Gus Dur meralat komentarnya seusai acara buka bersama wartawan di Hotel Acacia, Jl. Kramat Raya, Jakarta.
"Karena DPR bukan taman kanak-kanak lagi tetapi sudah melorot menjadi play group," kata Gus Dur yang ketika itu sedang seru-serunya perseteruan antara Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan.
Siapa Mengawasi Siapa dan Siapa Kekanak-kanakan
Memang ironi merupakan realita di negeri yang berusia 74 tahun ini. Usianya, sih, tergolong kakek-nenek, tetapi dalam hal penyelenggaraan dan pengelolaan negara, pengawasan demi pengawasan masih bahkan bertambah jumlahnya seakan mengawasi anak-anak yang baru mulai sibuk bergerak.
Lantas, negeri macam ini, apa-apa atau siapa-siapa selalu saja perlu diawasi semacam mengawasi anak-anak bandel, nakal, ugal-ugalan, sudah melakukan tindakan riminal, dan lain-lain? Kalau bukan negeri kekanak-kanakan, apa lagikah?
Dan, kalau memang hanya sekawanan "anak-anak" mengajukan diri sebagai bagian dalam pengelolaan negara, mengapa orang-orang "dewasa" tidak membatalkan sejak pendaftaran mereka?
Barangkali beginilah repotnya sebuah negeri kekanak-kanakan yang dikelola oleh "anak-anak". Semua masih perlu pengawasan. Kalau tidak diawasi, cenderung terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bahkan kerusakan di mana-mana.
Akan tetapi, siapakah yang telah memilih "anak-anak" untuk tampil terkemuka dalam tata-kelola negeri ini?
Ah, pastinya "anak-anak" juga, sih. Orang dewasa pasti akan memilih orang dewasa, karena semua urusan tata-kelola negeri, termasuk keuangan serta keamanannya, tidaklah patut ditanggung oleh anak-anak.
Kupang, 17-18 September 2019