Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Negeri yang Kekanak-kanakan

18 September 2019   03:46 Diperbarui: 18 September 2019   06:58 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu, 14/9 (CNN)

Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan Pemerintah baik Pusat maupun derah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara serta badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Selain dan sebelumnya, fungsi pengawasan menjadi bagian terpenting bagi pers dan, salah satunya, Indonesia Corruption Watch (ICW, sejak 21 Juni 1998). Pers dengan fungsi "kontrol sosial" juga dikenal dengan istilah "Watch Dog".  

Berhubungan dengan KPK, keberadaan DP seakan menambah kesan bahwa sebagian praktik penyelenggaraan dan pengelolaan negara justru dilakukan oleh oknum-oknum yang kurang kredibel, bahkan identik dengan anak-anak bandel. Apa-apa dan siapa-siapa masih harus diawasi dalam bekerja. Aduhai!

Kekanak-kanakan
September 2019 ini istilah atau tudingan "kekanak-kanakan" menyeruak dalam pergaulan berbangsa-bernegara. Setelah tiga pimpinan KPK, yaitu Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode Syarif, menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Jokowi, Jumat, 13/9, Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin pun merespon.

"Ya, kekanak-kanakan, tidak lazim, baper (bawa perasaan), emosi. Enggak boleh begitu. Apa alasannya? Pimpinan KPK itu, 'kan, negarawan, punya tanggung jawab, jangan begitu," kata Ngabalin, Sabtu (14/9/2019).

"Kekanak-kanakan", menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya "bertingkah laku seperti kanak-kanak".

Selain itu, sebelumnya, pada Minggu, 8/9, berkelakuan seperti kanak-kanak atau "kayak anak kecil" juga sempat dilontarkan oleh Pemerhati Anak Seto Mulyadi sewaktu PB Djarum mengumumkan bahwa lembaganya akan menghentikan audisi beasiswa bulutangkis pada tahun 2020 karena dituding mengeksploitasi anak oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

"Saya melihat ini kok kayak anak kecil yang sedang ngambek," kata Seto Mulyadi.

Perkataan Seto Mulyadi pun menuai balasan. Pada 10/9 seorang bernama Sugik dengan akun Twitter @GusNurGarisLucu membalas, "Sudah tua masih dipanggil kakak... kayak anak kecil aja."

Gramha.Net
Gramha.Net
Yang masih sangat melekat dalam ingatan, tentunya, komentar mantan presiden RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sekitar Juli 2001. Waktu itu Gus Dur membubarkan dua pos kementerian di hadapan DPR.

"Beda DPR dengan taman kanak-kanak memang tidak jelas," kata Gus Dur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun