Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Belajar Menimbang Harga Saham dari "Tarik-Ulur" Transfer Mesut Oezil

31 Januari 2019   10:09 Diperbarui: 31 Januari 2019   10:12 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: https://premierleague-static-files.s3.amazonaws.com/premierleague/photo/2018/09/18/47b00fe1-369b-4e7d-b1c0-ad2ed7b0d6cc/Mesut-Ozil-ARS-NEW.jpg

Jelang penutupan, nyaris tidak ada berita heboh yang datang dari Bursa Transfer Januari 2019. Semuanya berlangsung kalem dan biasa-biasa saja. Kalau ada "riak" yang menyita perhatian pun, paling itu berasal dari kabar kepindahan Gonzalo Higuain dari AC Milan ke Chelsea dan Alvaro Morata dari Chelsea ke Atletico Madrid. Biarpun kedua pemain kelas dunia tersebut akhirnya "berlabuh" ke klub baru, toh status kepindahannya cuma pinjaman, bukan pembelian permanen.

Kabar bursa transfer yang adem-ayem sepertinya kalah dengan rumor yang beredar beberapa bulan sebelumnya. Sebelum pintu bursa dibuka, memang sempat berembus beberapa spekulasi tentang transfer pemain top.

Satu di antaranya ialah rumor tentang hijrahnya Mesut Oezil ke Inter Milan. Sudah bukan rahasia umum kalau Oezil akan dilepas oleh Arsenal. Pasalnya, mantan pemain Timnas Jerman tersebut tidak masuk dalam skema pelatih Arsenal, Unai Emery.

Makanya, jangan heran, pada musim ini, Oezil jarang tampil sebagai starter pada sejumlah laga yang dilakoni Arsenal. Oezil lebih banyak duduk menyaksikan teman-teman setimnya "berjibaku" dari bangku cadangan, dan itu yang membikinnya agak "gerah". Oleh karena merasa kurang dibutuhkan, terpikir olehnya untuk mencari "rumah baru".

Beberapa klub pun berminat mendatangkan pemain yang pada tahun ini genap berusia 30 tahun tersebut. Tarik-ulur transfer pun terjadi. Maklum, Arsenal tentu enggan melepas Oezil dengan harga murah. Bisa rugi. Sebab, pada tahun 2013, Arsenal mesti menggelontorkan uang sekitar 42 juta Poundsterling untuk memboyongnya dari Real Madrid.

Jadi, kalaupun mesti betul-betul melepas Oezil pada Bursa Transfer Januari, setidaknya harganya tidak begitu "jauh" dari harga beli. Namun, masalahnya, klub mana yang berani membeli Oezil dengan harga tinggi? 

Untuk pemain yang terbilang sudah "tua", harga tersebut tentu dinilai terlalu mahal. Apalagi, klub yang berminat merekrutnya juga mesti menyiapkan "uang ekstra" untuk gaji pemain yang besar.

Biarpun sejauh ini, Inter Milan disebut serius melakukan penawaran, nyatanya belum ada kesepakatan yang terjadi. Oezil masih berstatus sebagai pemain Arsenal, dan bisa jadi, ia akan terus menyandang status itu sampai akhir musim kalau negosiasi masih berjalan "alot" sampai tutup bursa transfer.

Kasus negosiasi Oezil di atas menunjukkan satu hal. Bahwa penilaian harga (valuasi) ternyata bisa berpengaruh besar terhadap keputusan suatu transaksi. 

Klub sepakbola umumnya akan terus melakukan lobi manakala harga jual pemain yang diincarnya dirasa terlalu mahal, tidak sebanding dengan kualitasnya. Semua itu tentunya dilakukan supaya klub bisa memiliki pemain idaman dengan harga yang sapadan.

Sayangnya, dalam menilai harga pemain sepakbola, tidak ada rasio yang bisa digunakan. Berbeda dengan saham. Sebab, kita bisa menilai mahal-murahnya sebuah saham dengan Price Earning Ratio (PER). PER adalah rasio yang membandingkan harga saham terkini dengan laba sahamnya (EPS). Misal, harga saham Rp 1.000, sementara EPS-nya Rp 100. Jadi, PER-nya sebesar 10 kali (1.000: 100= 10).

Saham yang PER-nya 10 kali dikategorikan sebagai saham yang murah. Pasalnya, rata-rata PER saham di Bursa Efek Indonesia adalah 15 kali. Kalau PER-nya di bawah 15 kali, harga saham disebut murah. Sebaliknya, jika di atas 15 kali, harganya tergolong mahal.

Investor nilai, seperti Warren Buffett dan Lo Kheng Hong, senang mengoleksi saham-saham murah. Menurut mereka, saham dihargai terlalu murah karena pasar telah salah menilai harga saham tersebut. Hal itu bisa saja terjadi lantaran ada kabar buruk yang "goyang" pasar sehingga harga saham tadi "terjun bebas".

Sebut saja kasus saham Telkom (TLKM) pada tahun lalu. Pada pertangahan tahun 2018, saham TLKM banyak dilepas oleh investor. Alasannya? Investor khawatir pendapatan Telkom akan ambruk lantaran kebijakan registrasi nomor yang diterapkan oleh Keminfo.

Wajar, sebelum diberlakukannya peraturan tersebut, jual-beli kartu prabayar memang menjadi satu sumber pemasukan bagi perusahaan seluler. Makanya, begitu ada kebijakan yang mewajibkan satu orang hanya dibolehkan memiliki tiga nomor yang terdaftar, penjualan perusahaan bisa menyusut, dan itu tentu berdampak pada menurunnya harga saham.

Jadi, investor kemudian ramai-ramai melepas saham Telkom. Mereka khawatir akan menanggung rugi seiring anjoknya saham Telkom dalam jangka panjang. Pada saat itulah, PER saham Telkom menjadi lebih murah.

pergerakan saham tlkm sepanjang 2018 (sumber: dokumentasi adica)
pergerakan saham tlkm sepanjang 2018 (sumber: dokumentasi adica)
Bagi investor nilai, momen itu adalah sebuah "kesempatan". Kapan lagi kita bisa beli saham Telkom dengan harga yang relatif murah? Jadi, saat orang-orang "mengobral" sahamnya, investor nilai justru sibuk mengoleksinya. Mereka yakin setelah terkoreksi, akan tiba suatu masa ketika harganya naik kembali.

Namun, apakah semua saham yang PER-nya di bawah 15 kali layak dibeli? Ternyata tidak juga. Walaupun harganya terbilang murah, tetapi kalau kualitas perusahaan buruk, sebaiknya investor menjauhi saham demikian. Bisa rugi.

Kalau suatu saham dihargai sedemikian murah, itu bisa juga berarti perusahaan di baliknya sedang bermasalah, seperti terjadi penurunan keuntungan, sulit bayar utang, terlibat sengketa, dan dinyatakan bangkrut. Semua perusahaan yang mengalaminya harga sahamnya bisa sangat murah.

Makanya, PER bukan satu-satunya "barometer" dalam memilih saham. Kita mesti melihat aspek lain sebagai bahan pertimbangan, seperti pertumbuhan laba. Belilah saham yang labanya terus bertumbuh dari waktu ke waktu.

Memang saham yang labanya terus berkembang "umumnya" dihargai mahal oleh pasar. Namun, kalau kita mempunyai saham yang labanya terus bertambah demikian, kita boleh mengharapkan capital gain darinya.

Sebut saja saham Bank Central Asia (BBCA). Harus diakui, kinerja saham BBCA cukup ciamik. Sepanjang tahun 2018, sahamnya bertumbuh 30%. Ada begitu banyak orang yang tertarik membelinya. Agak aneh memang. Sebab, kalau merujuk pada rasio harganya, saham BBCA terbilang mahal (PER-nya 27 kali). Namun, tetap saja, hal itu tidak menyurutkan niat investor untuk memborongnya.

Semua itu bisa terjadi karena perusahaan terus membukukan keuntungan setiap kuartal. Jadi, jangan heran, harga sahamnya pun ikut terangkat, dan biarpun sudah tergolong mahal, hal itu seolah terabaikan dengan pertumbuhan laba yang sukses dicetak perusahaan.

kenaikan harga saham bbca pada 2018 (sumber: dokumentasi adica)
kenaikan harga saham bbca pada 2018 (sumber: dokumentasi adica)
Dalam kasus transfer Oezil yang berbelit-belit, setiap klub yang ingin memakai jasanya tentu mempertimbangkan sejumlah aspek, termasuk valuasi harga, sebelum akhirnya membuat sebuah keputusan. Manajemen pastinya berharap bisa mendatangkan pemain yang bersangkutan dengan harga terjangkau dan sesuai dengan kapasitasnya.

Pun hal yang sama berlaku pada investor yang ingin membeli saham. Setiap investor pastinya berminat memborong saham yang dihargai murah, tetapi mampu terus menunjukkan pertumbuhan laba. Di bursa, saham-saham demikian memang "langka". Jumlahnya sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari. Namun, justru saham-saham itulah yang bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi investor.

Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa

Referensi:

https://www.bola.net/italia/inter-milan-bersedia-tampung-ozil-db4f2f.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun