"Ampun, Paduka! Hamba menghadap Ananda Prabu bukan lantaran takut mati, namun untuk menyampaikan pernyataan Bima. Ia mau bertarung dengan hamba, sesudah dapat mencabik-cabik tubuh Ananda Prabu."
Serupa hutan kerontang di musim kemarau panjang, jiwa Doryudana terbakar dengan kata-kata yang keluar dari mulut Sengkuni. Tanpa melontarkan sepatah kata, Doryudana meninggalkan perkemahan Bulupitu. Dengan memanggul Kyai Gada Inten di pundak kirinya, ia menuju Kurusetra.
Dari puncak bukit, Sengkuni menyaksikan pertarungan hidup-mati antara Doryudana dan Bima. Dalam hati berharap, keduanya gugur bersama di medan laga. Namun saat menyaksikan kepala Doryudana hancur dihantam Bima dengan Kiai Gada Rujakpala, Sengkuni memasuki hutan untuk mengatur siasat. Sekian lama tinggal di hutan; Sengkuni bertemu dengan Krepa, Kartamarma, dan Aswatama. Kepada mereka, Sengkuni yang memastikan kalau Pandawa telah singgah di Astina kemudian bersekutu. Berencana untuk melakukan makar. Menghabisi keluarga Pandawa di saat tengah malam.
Bertepatan gerhana bulan; Sengkuni, Krepa, Kartamarma, dan Aswatama menuju Ibukota Astina. Seusai mengerahkan aji Begananda, mereka memasuki kedhaton. Menghabisi keluarga Pandawa yang tengah terbuai dengan mimpi indah atas kemenangan Baratayuda. Mereka membasuh tubuhnya yang telanjang dengan darah Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa, Sri Kresna, Setyaki, Udawa, Trustajumena, dan Srikandi sebelum memerkosa Drupadi, Arimbi, dan Larasati. Seusai kematian Drupadi, Arimbi, dan Larasati yang gantung diri di tamansari, Sengkuni naik tahta sebagai raja Astina. Krepa menjabat sebagai penasihat raja. Kartamarma dinobatkan sebagai patih. Aswatama diangkat sebagai panglima.
***
KABAR tentang penobatan Sengkuni sebagai raja Astina disampaikan Gareng, Petruk, dan Bagong pada Semar yang menyelamatkan seluruh cucu Pandawa di hutan Tikbrasara. Bersama cucu-cucu Pandawa, Semar menuju Ibukota Astina. Memberontak pada pemerintahan Sengkuni yang telah membawa kesengsaraan pada seluruh rakyat Astina.
Manakala terik siang, terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Astina dan cucu-cucu Pandawa. Lantaran mereka tak kuasa menaklukkan Aswatama, Kartamarma, Krepa, dan Sengkuni; Semar mengerahkan kesaktian kuncung putihnya. Mengutuk Aswatama berubah menjadi burung kolik. Kartamarma berubah menjadi bence. Krepa berubah menjadi gagak. Sengkuni berubah menjadi siluman yang singgah di sela-sela ruang dan waktu. Roh jahat yang bakal merasuk ke dalam jiwa setiap pendamba kedudukan dengan membenarkan segala cara.
-Sri Wintala Achmad-