Mohon tunggu...
Zyah El Qonita
Zyah El Qonita Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswi pendidikan sejarah di Universitas Negeri Jakarta angkatan 2011... Penuntut Ilmu Syar'i yang terobsesi ingin menjadi istri dan ibu yang shalihah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

IBNU AL-HAITSAM: SEJARAH PENEMUAN OPTIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SAINS BARAT MODERN

28 Desember 2012   23:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:53 7534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibn al-Haytham’s work was translated into Latin in the 13th century and was a motivating influence on the Franciscan friar and natural philosopher Roger Bacon. Bacon studied the propagation of light through simple lenses and is credited as one of the first to have described the use of lenses to correct vision.”It is reasonable to infer from the above quote that Roger Bacon introduced optics of Alhazen to Europe and Sir Isaac Newton’s candle in the field of optics was lit by the candle of Bacon.

Professor Jim Al-Khalili yang mengajar di Universitas Surrey,United Kingdom,menulis artikel tentang Ibnu Al-Haitsam dengan judul “The ‘first true scientist”. Ia mengungkapkan:

“Isaac Newton is, as most will agree, the greatest physicist of all time. At the very least, he is the undisputed father of modern optics,­ or so we are told at school where our textbooks abound with his famous experiments with lenses and prisms, his study of the nature of light and its reflection, and the refraction and decomposition of light into the colours of the rainbow. Yet, the truth is rather greyer; and I feel it important to point out that, certainly in the field of optics, Newton himself stood on the shoulders of a giant who lived 700 years earlier. For, without doubt, another great physicist, who is worthy of ranking up alongside Newton, is a scientist born in AD 965 in what is now Iraq who went by the name of al-Hassan Ibn al-Haytham. Most people in the West will never have even heard of him. As a physicist myself, I am quite in awe of this man’s contribution to my field, but I was fortunate enough to have recently been given the opportunity to dig a little into his life and work through my recent filming of a three-part BBC Four series on medieval Islamic scientists.”[18]

Dalam buku Science and technology in world history, Mc Clellan mengemukakan tentang tulisan Isaac Newton mengenai optic dalam bukunya The Opticks yang memiliki kesamaan teori tentang cahaya dengan Ibnu Al-Haitsam.

Kesaksian Barat terhadap ibnu al-Haitham dan Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Ibnu Al-Haitham adalah ilmuwan Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. ''Ilmu optik merupakan penemuan ilmiah para sarjana Muslim yang paling orisinil dan penting dalam sejarah Islam'', ungkap Howard R Turner dalam bukunya Science in Medieval Islam.

Sigrid Hunke[19] mengatakan, ”Orang-orang muslim Arab telah mengembangkan bahan-bahan mentah yang diperoleh dari Yunani (Greek) dengan uji coba dan penelitian ilmiah kemudian memformulasikan dalam bentuk yang baru sama sekali. Sesungguhnya Arab dalam kenyataannya sendiri adalah pembuat Metodologi Pelitian Ilmiah yang benar dengan didasarkan pada uji coba. Sesungguhnya kaum muslimin Arab bukan hanya menyelamatkan peradaban bangsa Yunani dari kepunahan, menyusun dan mengklasifikasikannya kemudian menghadiahkan kepada Barat begiitu saja. Akan tetapi sebenarnya kaum muslimin adalah peletak berbagai macam Metodologi Uji Coba dalam bidang Ilmu Kimia, ilmu Psikologi, ilmu Hitung, Aljabar, geologi, trigonometri, dan ilmu sosial. Disamping itu, masih banyak lagi penemuan dan penciptaan individual yang tidak terhitung jumlahnya dalam berbagai cabang disiplin ilmu. Namun sayang sekali, semua itu kebanyakan telah dicuri dan dinisbatkan kepada orang lain. Bangsa Arab telah menyuguhkan hadiah yang paling mahal, yaitu Metodologi Penelitian Ilmiah yang benar, yang membuka jalan bagi bangsa Barat mengetahui rahasia alam dan menguasai apa yang telah mereka temukan sekarang ini”.

Hunke menambahkan, ”Dalam kenyataannya, sebenarnya Ruggero Bacone, Bacofon Farolam, Leonardo Da Vinci maupun Galileo bukanlah peletak dasar Metodologi Penelitian Ilmiah, akan tetapi kaum muslimin Arab telah mendahului mereka dalam bidang ini, adapun yang diteliti Ibnu Al-Haitsam—Al-Khazin yang namanya sudah terkenal bagi orang-orang Eropa tidak lain kecuali Ilmu Pengetahuan Alam modern, dengan kelebihan di teorinya yang cermat dan risetnya yang detil”.

Sigrid Hunke menjelaskan, ”Al-Hasan bin Al-Haitsam adalah salah seorang ilmuwan Arab yang mengajar di dunia Barat yang paling banyak berperan dan berpengaruh. Dia seorang yang brilian dan pengaruh keilmuannya di negara Barat luar biasa. Teori-teorinya di dua bidang disiplin ilmu, kimia dan ilmu optic (Opus Mains), telah mewarnai ilmu-ilmu pengetahuan di Eropa sampai sekarang ini. Berpijak dari dasar-dasar dalam kitab Al-Manazhir karya Ibnu Al-Haitsam, setiap yang berkaitan dengan ilmu optik mulai berkembang, berawal dari Inggris (Ruggero Bacone) sampai di Jerman (Witelo). Adapun Leonardo da Vinci[20], seorang ilmuwan berkebangsaan Italia yang menemukan alat (foto rontgen) atau alat penggelap, penemu semprotan air, mesin bubut, dan manusia pertama yang dapat terbang menurut klaimnya maka secara tidak langsung dia telah dipengaruhi oleh kaum muslimin dan banyak terinspirasi oleh pemikiran-pemikiran Ibnu Al-Haitsam. Tatkala Kepler dari Jerman sekitar abad ke XVI meneliti hukum-hukum yang digunakan sandaran Galileo untuk melihat bintang yang tidak terlihat melalui teropong besar, maka nama besar Ibnu Al-Haitsam senantiasa membayang-bayangi dibelakangnya. Bahkan sampai masa kita sekarang ini, masalah fisika matematika yang sangat sulit ini namun berhasil dipecahkan oleh Ibnu Al-Haitsam melalui pantulan benda segi empat, menjelaskan tentang betapa cemerlang dan cermatnya Ibnu Al-Haitsam dalam bidang ilmu aljabar. Kita katakan bahwa permasalahan seputar letak titik fokus yang dipantulkan cermin yang terkena cahaya menyebar didaerah jarak pantulnya senantiasa disebut masalah “Haitsamiyah”, dinisbatkan kepada Ibnu Al-Haitsam sendiri”.[21]

Florence Kajore dalam bukunya “sejarah fisika” mengatakan, ”Sesungguhnya ulama Arab dan kaum muslimin adalah manusia pertama dan orang yang paling baik menggunakan Metode Penelitian. Metode ini patut dianggap sebagai kebanggaan dari mereka dari berbagai kelebihan yang membanggakan. Mereka adalah manusia pertama yang menemukan manfaat dan betapa pentingnya metode ini dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam, terutama Ibnu Al-Haitsam sebagai pioneernya.”

AI Sabra dan JP Hogendijk, dalam karyanya The Enterprise of Science in Islam: New Perspectives memuji kehebatan Kitab al-Manazhir. Keduanya menganggap Kitab Optik telah melakukan sebuah revolusi di bidang optik dan persepsi visual secara luas.


Kitab al-Manazhir juga mendapat pujian dari banyak sejarawan sains Barat lain. "Alhacen malahan sangat sukses mengembangkan teori yang menjelaskan proses penglihatan oleh sinar terang yang dilanjutkan ke mata dari setiap titik pada obyek yang ia dibuktikan melalui eksperimen", ungkap DC  Lindberg dalam karyanya bertajuk Theories of Vision from al-Kindi to Kepler.

GJ Toomer dalam Review: Ibn al-Haythams Weg zur Physik by Matthias Schramm, mengungkapkan, perpaduan optik geometrik dengan bentuk falsafah fisika yang dikupas dalam Kitab al-Manazhir telah  membentuk dasar optik modern.

Dr Mahmoud Al Deek dalam karyanya Ibn Al-Haitham: Master of Optics, Mathematics, Physics and Medicine, menuturkan bahwa Ibnu al-Haitham dalam Buku Optik-nya telah membuktikan perjalanan sinar terang di garis lurus. Selain itu, di buku itu juga diungkapkan mengenai sejumlah percobaan dengan lensa, cermin,  pembiasan, dan refleksi.

"Ia (al-Haitham) adalah orang pertama yang mengurangi refleksi dan pembelokan sinar cahaya ke komponen vertikal dan horisontal yang mendasar dalam pengembangan optik geometri," cetus Albrecht Heeffer dalam karyanya Kepler’s Near Discovery of the Sine Law: A Qualitative Computational Model.

Al-Haitham juga menemukan teori yang mirip dengan hukum sinus Snell, tutur AI Sabra dalam karyanya Theories of Light from Descartes to Newton. "Namun tidak mengukur dan berasal dari hukum matematis," katanya.

Menurut KB Wolf dalam karyanya "Geometry and dynamics in refracting systems, pemikiran Ibnu al-Haitham dalam Buku Optik tak seperti ilmuwan kontemporer (ilmuwan sebelumnya).  J Wade dan Finger, menegaskan, Ibnu al-Haitham sangat dihargai dan dihormati berkat penemuan kamera obscura dan kamera pinhole. Ilmuwan hebat ini juga menulis  pembiasan cahaya, terutama pada pembiasan atmospheric, penyebab pagi dan senja sore.

Karya Monumental Ibnu Al-haitham

Ibnu Haitham membuktikan pandangannya bahwa beliau begitu bersemangat dalam mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Sehingga kini beliau berjaya menghasilkan banyak buku dan makalah. Cukup banyak karya-karya yang telah dibuat oleh Ibnu Al-Haitsam. Beberapa dintaranya adalah sebagai berikut :

1.Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu matematika dan matematika penganalisaannya.

2.Kitab al-Tahlil wa al-Tarkib mengenai ilmu geometri.

3.Kitab Tahlil ai'masa’il al 'Adadiyah tentang algebra.

4.Maqalah fi Istikhraj Simat al-Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau.

5.Maqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak.

6.Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak. Karena itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan hingga saat ini, bahkan dijadikan rujukan ilmu optik oleh ilmuwan Eropa.

Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas dapat diambil kesimpulan betapa besarnya kontribusi Ibnu Al-Haitsam dalam bidang optik, Ia tidak hanya asal menjiplak pemikiran-pemikiran ilmuwan Yunani mengenai optik tetapi Ia juga mengkritik, meluruskan dan melahirkan teori-teori baru. Ia juga menjadi salah satu ilmuwan muslim yang mencetuskan metode penelitian eksperimen. Sains yang bermanfaat tidak hanya melahirkan teori tetapi juga eksperimen.

Salah satu peninggalan Ibnu Al-Haitsam yang dapat terselamatkan hingga saat ini dan mebuat namanya harum adalah kitab Al-Manazhir yang selanjutnya diterjemahkan kedalam bahasa Latin menjadi Opticae Theasaurus, kitab yang telah memberikan pengaruh kepada ilmuwan-ilmuwanBarat dalam bidang optik. Sebagai seorang muslim tentu bangga memiliki ilmuwan yang telah mencapai tingkat intelektualitas yang mengagumkan yang sejalan dengan agama.

George Sarton[22] dalam bukunya ‘Introduction to the History of Science’ menulis, “It will suffice here to evoke a few glorious names without contemporary equivalents in the West: Jabir ibn Haiyan, al-Kindi, al-Khwarizmi, al-Fargani, al-Razi, Thabit ibn Qurra, al-Battani, Hunain ibn Ishaq, al-Farabi, Ibrahim ibn Sinan, al-Masudi, al-Tabari, Abul Wafa, ‘Ali ibn Abbas, Abul Qasim, Ibn al-Jazzar, al-Biruni, Ibn Sina, Ibn Yunus, al-Kashi, Ibn al-Haitham, ‘Ali Ibn ‘Isa al-Ghazali, al-zarqab, Omar Khayyam. A magnificent array of names which it would not be difficult to extend. If anyone tells you that the Middle Ages were scientifically sterile, just quote these men to him, all of whom flourished within a short period, 750 to 1100 A.D.”

Ibn al-Haytham, ia mempelajari cahaya, ia menjadi cahaya bagi sains Modern di Barat, ia dipandu oleh cahaya Qur’ani. Semoga kita mampu meneruskan cahaya ini.

Referensi

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/09/04/30/47404-rahasia-di-balik-penemuan-kacamata (accessed May 26, 2012).

http://id.harunyahya.com/id/books/30304/AL_QURAN_DAN_SAINS/chapter/10305 (accessed May 26, 2012).

http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=371:peradaban-emas-dinasti-abbasiyah-kajian-ringkas&catid=28:sejarah-peradaban-islam&Itemid=97 (accessed April 29, 2012).

http://blog.elearning.unesa.ac.id/adhi-nugroho-a/ibnu-al-haitham-penemu-kamera-obscura (accessed May 26, 2012).

Alhazen: The Father of Optics and The First Scientist. January 2, 2012. http://islamforwest.org/2012/01/02/alhazen-the-father-of-optics-and-the-first-scientist/ (accessed May 26, 2012).

As-Sirjani, Prof.Dr.Raghib. Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009.

Books of Optics. http://en.wikipedia.org/wiki/Books_of_Optics (accessed May 27, 2012).

Ishak, Muhammad. Sains dan Islam:Sejarah,Konsep,dan Masa Depan. http://ishacovic.multiply.com/journal/item/197/Sains_dan_Islam_Sejarah_Konsep_dan_Masa_Depan (accessed april 7, 2012).

Kekhalifahan Abbasiyah. http//id.wikipedia.org/wiki/kekhalifahan_Abbasiyah (accessed May 26, 2012).

McClellan, James E. Science and Technology in World History. Maryland: The John Hopkins University Press, 2006.

Nasr, Sayyed Hossein. Science and Civilization In Islam. Chicago: ABC International Group.Inc, 2001.

Philip.K.Hitti. History Of The Arabs. Jakarta: Serambi, 2002.

Robertson, JJ O'connor and E.F. Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Haytham. http://www-history.mcs.st-andrews.ac.uk/Biographies/Al-Haytham.html (accessed May 27, 2012).

Sabra, Jan P. Hogendijk and Abdelhamid I. The Enterprise of Science In Islam:New Perspectives. London: The MIT Press, 2003.

Turner, Howard. Science in Medieval Islam An Illustrated Introduction. Texas: University of Texas Press, 1995.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2001.

[1] Gustave Le Bon (1841-1931). Orientalis asal Perancis.Mendirikan sekolah pendidikan khusus pada bidang ilmu jiwa(psikologi) dan sosiologi. Di antara karyanya yang terkenal adalah The Arabs Civilization,yang dijadikan buku induk dan sumber rujukan pada masa kini di Eropa untuk meluruskan peradaban Arab Islam.

[2] Optik dalam KBBI diartikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan penglihatan (cahaya, lensa mata, dsb). Optik adalah cabang fisika yang menggambarkan kelakuan dan sifat cahaya dan interaksi cahaya dengan materi. Optik menerangkan dan diwarnai oleh gejala optik.Bidang optik biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak, inframerah dan ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik.

[3] Penjelasan ini akan dijelaskan pada sub judul selanjutnya.

[4] Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Shabah Al-Kindi(805-873M),Filsuf Arab dan Islam pada masanya,salah seorang anak raja dari Suku Kindah.Besar di Bashrah,kemudian pindah ke Baghdad.Belajar dan terkenal dalam bidang kedokteran,filsafat,arsitektur,dan falak.

[5] Al-Manazhir,Ibnu Al-Haitsam yang ditahqiq oleh Dr.Abdul Hamid Shabri,Hlm 62. dikutip langsung oleh Raghib As-Sirjani. Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009.Hlm 191.

[6]http://koran.republika.co.id/berita/58692/Kitab_Al_Manazhir_Karya_Perdana_di_Bidang_Optik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun