Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Trauma Kucing Hitam

2 Oktober 2022   18:54 Diperbarui: 2 Oktober 2022   18:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah sejak kapan Diana suka pada binatang berbulu halus itu. Suaranya selalu menggoda untuk mendekat, mengelus dan menggendongnya. Perempuan berumur lima tahun itu begitu menyayangi binatang yang sering bertingkah lucu.

Beberapa tetangga dekatnya kebetulan juga penyayang binatang itu. Sering Diana diajak masuk ke rumah sekadar bermain dengan kucing milik tetangga. Kadang sampai lupa waktu bila bermain dengan anabul itu.

Di rumahnya ada sepasang jenis kucing impor. Kegiatannya sepulang sekolah Kelompok Belajar, selalu bermain dengan Chiko dan Chiki. Kucing yang selalu mendapat perawatan dengan baik itu tentu saja menjadi binatang penurut dan menggemaskan.

Namun, akhir-akhir ini, rasa sukanya pada binatang itu, tiba-tiba seakan sirna. Setiap bertemu binatang berbulu itu selalu menjerit-jerit dan ada rasa ketakutan yang tidak masuk akal. Bapak dan ibu Diana bahkan sampai merasa heran akan perubahan sikap anaknya yang mendadak. Sejauh ini masih dalam pengamatan, belum ada tindakan khusus.

"Pergi, bawa pergi kucingnya! Atau berikan pada orang lain. Aku tak sudi lagi bertemu dengan kucingku!" bentak Diana dengan cukup kasar. Kucing itu pun seakan tahu kondisi mental majikannya yang labil. Dia mencakar-cakar dan ingin berlari saat dipegang.

Perempuan berumur lima tahun itu, kini menjadi temperamen. Dulu, tidak pernah sekali pun mengeluarkan kata-kata kasar. Namun, wajah benci, bengis, dan muak, kini tampak dalam setiap gerak-geriknya.

"Di, kenapa tiba-tiba kamu seperti ini, sih? Kamu sakit, Nak? Atau sedang kesal? Pada siapa?" tanya Bu Rumi, ibu Diana yang semakin bingung memperhatikan sikap  anaknya setiap hari. Bahkan kedua tangan ibunya pun dikibaskan saat mencoba mengelus rambut putrinya yang sudah sebahu panjangnya.

"Pokoknya Diana minta, kucing itu dibuang, atau akan kubunuh?"

"Eits, apa, jangan, jangan, Di. Berdosa nanti! Baiklah, Ibu akan tawarkan ke teman dulu, tetapi jangan pernah sakiti binatang ini, ya, plis!" pinta Bu Rumi pelan, berharap putrinya ada sedikit perubahan.

Hampir seminggu ini Diana uring-uringan terus. Kedua orang tuanya semakin tidak mengerti. Diskusi serius pun sering dilakukan terhadap perubahan Diana. Tentu saja diskusi dilakukan saat anak itu tidak di tempat, atau tidur.

Diana merupakan putri satunya-satunya yang dimiliki Bu Rumi. Perempuan berumur dua puluh sembilan tahun itu, pernah beberapa kali mengalami keguguran. Aktivitasnya sehari-hari berdagang di pasar. Begitu juga suami Bu Rumi, Pak Adi, bekerja sebagai pegawai swasta. Hampir waktu siangnya habis untuk berdagang. Keduanya pulang saat sore hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun